Genetic Enginering

Kamis, 20 Desember 2012


APLIKASI REKAYASA GENETIKA DALAM PEMBUATAN VAKSIN HEPATITIS DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI Saccharomyces cereviciae UNTUK MENCEGAH INFEKSI VIRUS HEPATITIS B
Inovasi bioteknologi terutama rekombinan DNA telah membuka kemungkinan baru untuk memproduksi vaksin hidup dengan mudah. Untuk melakukan itu dibutuhkan organisme vektor yang sesuai, dan virus vaccinia merupakan vektor yang paling terkenal saat ini disamping  cytomegalovirus  sebagai calon vektor potensiil. Penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan dalam suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang.Untuk memperoleh vaksin yang dibuat dalam rekayasa genetika yakni dengan cara DNA rekombinan diperoleh hasil akhir yaitu bakteri yang telah disisipi gen ini akan membentuk antigen murni. Bila antigen ini disuntikkan pada manusia, sistem kekebalan manusia akan membuat senyawa khas yang disebut antibodi. Munculnya antibodi ini akan mempertahankan tubuh dari pengaruh senyawa asing (antigen) yang masuk dalam tubuh.

Salah satu dari perkembangan IPTEK dewasa ini adalah Rekayasa genetika dalam berbagai proses dan produknya yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang cukup drastis dan meminta perhatian serius. Kemajuan dan perkembangan bioteknologi tidak dapat terlepas dari kemajuan dan dukungan ilmu-ilmu dasar seperti: mikrobiologi, biokimia, biologi molekuler, dan genetika. Kompetensi menguasai bioteknologi tersebut dapat tercapai manakala pembinaan sumber daya manusia diorientasikan pada kompetensi meneliti dan menerapkan metode-metode mutakhir bioteknologi. Kemampuan menguasai dan mengaplikasikan metode-metode mutakhir bioteknologi (current methods of biotecnology) seperti: kultur jaringan, rekayasa genetik, hibridoma, kloning, dan polymerase chains reaction (PCR) secara prospektif telah mampu menghasilkan produk-produk penemuan baru.
Sejak vaksin diperkenalkan Edward Jenner 1796, vaksinasi sering dilakukan untuk melindungi manusia dan hewan terhadap infeksi virus. Keberhasilan vaksinasi tercermin dari berkurangnya penyakit-penyakit infeksi pada manusia dan hewan ternak. Puncak keberhasilan ini terwujud dengan adanya vaksinasi smallpox masal. Vaksinasi smallpox dilakukan menggllnakan vaksin virus cowpox yaitu virus vaccinia. Produksi vaksin ini relatif mudah dan stabilitasnya dapat dipertahankan dengan membuat sediaan  freeze-dried,  sehingga dapat dikirim keseluruh dunia tanpa pendinginan. Selain itu vaksinasi mudah dilakukan dan tidak memerlukan peralatan yang mahal. Vaksinasi sekarang menjadi istilah umum untuk pemaparan antigen terhadap manusia atau binatang dalam membangkitkan respon kekebalan. Vaksin potensial merupakan syarat utama untuk tujuan ini sehingga dapat mengontrol penyakit secara efektif.
Inovasi bioteknologi terutama rekombinan DNA telah membuka kemungkinan baru untuk memproduksi vaksin hidup dengan mudah. Untuk melakukan itu dibutuhkan organisme vektor yang sesuai, dan virus vaccinia merupakan vektor yang paling terkenal saat ini disamping  cytomegalovirus  sebagai calon vektor potensiil. Virus vaccinia  sudah lama dikenal dan digunakan untuk vaksinasi smallpox. Selama digunakan, sudah tak diragukan lagi keefektifannya dan relatif aman, stabil, serta mudah cara pemberiannya. Virus  vaccinia  mempunyai beberapa karakteristik yang khas sehingga terpilih sebagai vektor untuk menghasilkan vaksin rekombinan hidup. la merupakan virus DNA, manipulasi genetik dapat dilakukan relatip mudah, ia mempunyai genome  yang dapat menerima banyak DNA asing, mudah ditumbuhkan dan dimurnikan serta mempunyai  range  host    yang lebar pada manusia dan hewan.
Sifat virus  vaccinia memungkinkan dilakukan rekayasa genetika dan mampu mengekspresikan informasi antigen   asing dari berbagai patogen. Bila vaksin hidup hasil rekombinan ini digunakan untuk vaksinasi binatang maka binatang tersebut akan memperlihatkan respon imunologis terhadap antigen patogenik yang dimaksud. Beberapa laporan percobaan telah memperlihatkan vaksinasi binatang percobaan dengan virus rekombinan berhasil melindungi binatang ini terhadap penyakit yang berhubungan. Beberapa laporan telah mengekspresikan berbagai penyakit, seperti  herpes simplex virus glycoprotein, influenza virus hemagglutinin, hepatitis B virus surface antigen, rabies virus glycoprotein, plasmodium knowlesi sporozoite antigen  dan sebagainya. Rekombinan ini telah memperlihatkan reaksi kekebalan terhadap patogen-patogen tersebut.
Vaksin hepatitis B yang efektif sudah ada sejak tahun 1982. Ada dua jenis vaksin hepatitis B yan diberi lisensi untuk dipakai di Amerika Serikat dan Kanada. Kedua jenis vaksin tersebut aman dan mempunyai daya perlindungan tinggi terhadap semua jenis subtipe HBV. Tipe pertama  dibuat dari plasma seseorang dengan HBsAg positif, tidak lagi diproduksi di Amerika Serikat tetapi masih digunakan  secara luas.
Tipe kedua dibuat dengan teknologi rekombinan DNA (rDNA); vaksin ini dibuat  dengan menggunakan sintesa HBsAg dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae  (ragi yang biasa dipakai untuk membuat kue), kedalam ragi ini di insersi plasmida yang berisi gen HBsAg. Kombinasi imunoprofilaksis pasif-aktif antara hepatitis B immunoglobulin (HBIG)
dengan vaksin terbukti dapat merangsang terbentuknya anti-HBs sebanding dengan vaksin yang diberikan sendiri.

Gambar bakteri Sacaromicces cereviciae
Satu produk rekayasa genetika adalah Vaksin Hepatitis B yang dihasilkan oleh yeast (Saccharomyces cereviceae) melalui tehnik rekombinan DNA menggunakan hepatitis B surface antigen (HBsAg). Penggunaan vaksin ini telah meluas di seluruh dunia dan terbukti efektif dalam menekan jumlah infeksi virus Hepatitis B (HVB). Jenis vaksin rekombinan yang paling umum digunakan adalah Recombivax HB   dan Energix-B, diberikan secara intramuscular pada bayi yang baru lahir, anak-anak, dan dewasa. Dosis pemberian vaksin sebanyak 3 kali. Pemberian vaksin telah dikembangkan dengan menyisipkannya ke dalam tanaman, misalnya pada pisang.
Teknologi DNA rekombinan atau sering juga disebut rekayasa genetika merupakan teknologi yang memanfaatkan proses replikasi, transkripsi dan translasi untuk memanipulasi, mengisolasi dan mengekspresikan suatu gen dalam organisme yang berbeda. Biasanya gen dari organisme yang lebih tinggi diekspresikan pada organisme yang lebih rendah. Teknologi ini juga memberikan kesempatan yang tidak terbatas untuk menciptakan kombinasi barudari gen yang tidak ada pada kondisi normal. Melalui rekayasa genetika, akan dihasilkan kombinasi baru dari materi genetik melalui penyisipan molekul asam nukleat kedalam suatu sistem DNA vektor (plasmid bakteri, virus dan lain-lain) dan kemudian memasukkan vektor ini kedalam suatu inang sehingga akan dihasilkan suatu produk gen dalam jumlah banyak.
Pembuatan Vaksin Hepatitis B
Vaksin HBsAg yang dimumikan dari plasma karier dan inaktifasiformalin/panas telah diproduksi di beberapa laboratorium. Namun dengan terbatasnya persediaan plasma, perlunya seleksi dan kontrol yang ketat untuk mendapatkan vaksin murni dan bebas sumber infeksi lain, maka pendekatan lain terus dicari. Problem ini akhirnya dapat teratasi dengan pendekatan rekombinan DNA. Salah satu sintesis HbsAg yang telah berhasil dari sel ragi ( yeast ) rekombinan. Partikel ini memperlihatkan sifat imunogenik pada binatang percobaan; pengujian pada manusia telah berhasil menginduksi anti HBs dan melindungi dar iinfeksi virus hepatitis B. Saat ini setidaknya ada 3 sumber partikel HBsAg yang digunakan untuk vaksinasi hepatitis B. Terutama HbsAg dimumikan dari plasma karier. Metode ini telah berhasil dan efikasinya tidak disangsikan. Dua sumber lain yaitu melalui pendekatan teknologi rekombinan DNA, dengan memasukan gen virus hepatitis B pengkode HBsAg ke dalam sel ragi dan sel mamalia. Selain itu, HBsAg juga dapat disekresi oleh E coli, namun jumlahnya relatif kecil, demikian juga sifat antigeniknya.
Tahapan pembuatan vaksin
Virus yang dilemahkan (imunisasi). Untuk menghasilkan vaksin dibutuhkan HBsAg yang berasal dari virus Hepatitis B, virus diperbanyak dalam medium tertentu sehingga nantinya dihasilkan virus yang tidak menyebabkan penyakit namun mampu merangsang sistem imun. Strain ini selanjutnya dikultur pada kondisi yang sesuai dan virusnya diinaktifkan melalui pemanasan dan proses kimia. Tahapan berikutnya virus yang telah dilemah diinjeksikan ke dalam tubuh
Vaksin DNA rekombinan
Vaksin hepatitis B yang diproduksi sel ragi rekombinan telah menjalani pengujian keamanan, imunogenisitas dan evaluasi klinis. Hasil menunjukkan bahwa vaksin ini aman, antigenik dan relatif bebas efek samping yang merugikan, bahkan vaksin ini telah dilisensikan dan diproduksi diberbagai negara. Salah satu keuntungan vaksin dari sel ragi dibanding dari plasma yaitu siklus produksinya dapat dikurangi, dan konsistensi dari batch ke batch lebih mudah diperoleh.
HBs Ag dilepaskan dari sel dengan homogeniser atau disruption menggunakan glass bead. Pemurnian melalui tahap klarifikasi, ultrafiltrasi, kromatografi dan ultrasentrifugasi serta diabsorbsi dengan alum hidroksida; sebagai pengawet ditambahkan thiomerosal. Karakterisisasi partikel dilakukan dengan membandingkan HBs Ag dari plasma antara lain meliputi berat molekul, komposisi asam amino, densitas dalam CsC12 dan sebagainya. Analisis imunologis menggunakan antibodi monoklonal memperlihatkan vaksin dari plasma dan ragi mengandung epitop yang berperan menginduksi antibodi setelah vaksinasi
Vaksin Hepatitis B rekombinan (Recombivax HB) Recombivax HB vaccine mengandung antigen Hepatitis B, amorphous aluminum hidroksiphosfat, yeastprotein yang diberi formaldehid, dan thimerosal sebagai pengawet. Vaksin Hepatitis B rekombinan ini berasal dari HepatitisB surface antigen (HBsAg) yang diproduksi dalam sel yeast. Bagian virus yang mengkode HBsAg dimasukkan kedalam yeast, dan selanjutnya dikultur. Antigen kemudian dipanen dan dipurifikasi dari kultur fermentasi yeast Saccharomyces cereviceae, antigen HBsAg mengandung gen adw subtype. Proses fermentasi meliputi pertumbuhan Saccharomyces cereviceae pada medium kompleks yang mengandung ekstrak Yeast, soy pepton, dextrose, asam amino, dan garam mineral. Protein dilepaskan dari sel yeast melalui pengrusakan sel kemudian dipurifikasi dengan metode fisika dan kimia. Selanjutnya potein dimasukkan ke larutan buffer posfat dan formaldehid, dipercepat dengan menggunakan alum (potassium aluminium sulfat). Vaksin rekombinan ini memperlihatkan kesamaan dengan vaksin yang diperoleh dari plasma darah.
Vaksin Hepatitis B rekombinan (Engerix-B). Engerix-B merupakan DNA rekombinan yang dikembangkan dan dibuat oleh perusahaan Glaxo Smith Kline. Biological. Mengandung antigen permukaan virus Hepatitis B (HBsAg) yang telah dipurifikasi dan dikultur dalam sel Saccharomyces cereviceae. HBsAg yang diekspresikan oleh Saccharomyces cereviceae dipurifikasi dengan cara fisika-kimia dan aluminium hidroksida Engerix-B® vaccine mengandung antigen hepatitis B yang telah dimurnikan, aluminum hidroksida, sejumlah yeast protein dan thimerosal yang digunakan dalam proses produksi, serta 2 phenoxyethanol sebagai pengawet.               
Gen yang mengkode senyawa penyebab penyakit (antigen) diisolasi dari mikrobia yang bersangkutan. Kemudian gen ini disisipkan pada plasmid bakteri yang sama, tetapi telah dilemahkan (tidak berbahaya). Bakteri atau mikroba ini menjadi tidak berbahaya karena telah dihilangkan bagian yang menimbulkan penyakit, misalnya lapisan lendirnya.
Bakteri yang telah disisipi gen ini akan membentuk antigen murni.
Bila antigen ini disuntikkan pada manusia, sistem kekebalan manusia akan membuat senyawa khas yang disebut antibodi. Munculnya antibodi ini akan mempertahankan tubuh dari pengaruh senyawa asing (antigen) yang masuk dalam tubuh.
Berikut adalah

 
 gambar dari proses pembuatan vaksin.

 Smber: http://sarungbodol piss.blogspot.com/2010/11/bioteknologi-kedokteran.html

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous,  2007. Hepatitis B Vaccine. Departement of Health and Human Service Center For Disease Control andPrevention. Vis-hep-b.pdf
Chin, James MD, MPH. 2000. Manual pemberantasan Penyakit Menular. Fakultas Kesehatan Masyarakat  Universitas California- Berkeley:  APHA
Gunawan, Suriadi. 1991. Hepatitis B dan Pencegahannya melalui Imunisasi di Indonesia. Jakarta:  Artikel: Kepala pusat penelitian penyakit menular badan penelitian dan pengembangan kesehatan, Departemen Kesehatan RI
Retnoningrum, Debbie S. 2010. Prinsip Teknologi DNA Rekombinan. Sekaloah Farmasi ITB. Bioteknologi Farmasi-FA 4202
Susanto, Agus Hery. 2011. DNA rekombinan. http://biomol. wordpress.com/bahan-ajar/ organisme-trans/ (Diakses 28 Desember 2011)
Suwandi, Usman. 1990. Perkembangan Pembuatan Vaksin. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan PT Kalbe Farma
Oleh : Wulan Handanawati/ 24020110120032
Sumber: Asminarti| 12/01/2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar