Genetic Enginering

Kamis, 20 Desember 2012


APLIKASI REKAYASA GENETIKA DALAM PEMBUATAN VAKSIN HEPATITIS DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI Saccharomyces cereviciae UNTUK MENCEGAH INFEKSI VIRUS HEPATITIS B
Inovasi bioteknologi terutama rekombinan DNA telah membuka kemungkinan baru untuk memproduksi vaksin hidup dengan mudah. Untuk melakukan itu dibutuhkan organisme vektor yang sesuai, dan virus vaccinia merupakan vektor yang paling terkenal saat ini disamping  cytomegalovirus  sebagai calon vektor potensiil. Penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan dalam suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang.Untuk memperoleh vaksin yang dibuat dalam rekayasa genetika yakni dengan cara DNA rekombinan diperoleh hasil akhir yaitu bakteri yang telah disisipi gen ini akan membentuk antigen murni. Bila antigen ini disuntikkan pada manusia, sistem kekebalan manusia akan membuat senyawa khas yang disebut antibodi. Munculnya antibodi ini akan mempertahankan tubuh dari pengaruh senyawa asing (antigen) yang masuk dalam tubuh.

Salah satu dari perkembangan IPTEK dewasa ini adalah Rekayasa genetika dalam berbagai proses dan produknya yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang cukup drastis dan meminta perhatian serius. Kemajuan dan perkembangan bioteknologi tidak dapat terlepas dari kemajuan dan dukungan ilmu-ilmu dasar seperti: mikrobiologi, biokimia, biologi molekuler, dan genetika. Kompetensi menguasai bioteknologi tersebut dapat tercapai manakala pembinaan sumber daya manusia diorientasikan pada kompetensi meneliti dan menerapkan metode-metode mutakhir bioteknologi. Kemampuan menguasai dan mengaplikasikan metode-metode mutakhir bioteknologi (current methods of biotecnology) seperti: kultur jaringan, rekayasa genetik, hibridoma, kloning, dan polymerase chains reaction (PCR) secara prospektif telah mampu menghasilkan produk-produk penemuan baru.
Sejak vaksin diperkenalkan Edward Jenner 1796, vaksinasi sering dilakukan untuk melindungi manusia dan hewan terhadap infeksi virus. Keberhasilan vaksinasi tercermin dari berkurangnya penyakit-penyakit infeksi pada manusia dan hewan ternak. Puncak keberhasilan ini terwujud dengan adanya vaksinasi smallpox masal. Vaksinasi smallpox dilakukan menggllnakan vaksin virus cowpox yaitu virus vaccinia. Produksi vaksin ini relatif mudah dan stabilitasnya dapat dipertahankan dengan membuat sediaan  freeze-dried,  sehingga dapat dikirim keseluruh dunia tanpa pendinginan. Selain itu vaksinasi mudah dilakukan dan tidak memerlukan peralatan yang mahal. Vaksinasi sekarang menjadi istilah umum untuk pemaparan antigen terhadap manusia atau binatang dalam membangkitkan respon kekebalan. Vaksin potensial merupakan syarat utama untuk tujuan ini sehingga dapat mengontrol penyakit secara efektif.
Inovasi bioteknologi terutama rekombinan DNA telah membuka kemungkinan baru untuk memproduksi vaksin hidup dengan mudah. Untuk melakukan itu dibutuhkan organisme vektor yang sesuai, dan virus vaccinia merupakan vektor yang paling terkenal saat ini disamping  cytomegalovirus  sebagai calon vektor potensiil. Virus vaccinia  sudah lama dikenal dan digunakan untuk vaksinasi smallpox. Selama digunakan, sudah tak diragukan lagi keefektifannya dan relatif aman, stabil, serta mudah cara pemberiannya. Virus  vaccinia  mempunyai beberapa karakteristik yang khas sehingga terpilih sebagai vektor untuk menghasilkan vaksin rekombinan hidup. la merupakan virus DNA, manipulasi genetik dapat dilakukan relatip mudah, ia mempunyai genome  yang dapat menerima banyak DNA asing, mudah ditumbuhkan dan dimurnikan serta mempunyai  range  host    yang lebar pada manusia dan hewan.
Sifat virus  vaccinia memungkinkan dilakukan rekayasa genetika dan mampu mengekspresikan informasi antigen   asing dari berbagai patogen. Bila vaksin hidup hasil rekombinan ini digunakan untuk vaksinasi binatang maka binatang tersebut akan memperlihatkan respon imunologis terhadap antigen patogenik yang dimaksud. Beberapa laporan percobaan telah memperlihatkan vaksinasi binatang percobaan dengan virus rekombinan berhasil melindungi binatang ini terhadap penyakit yang berhubungan. Beberapa laporan telah mengekspresikan berbagai penyakit, seperti  herpes simplex virus glycoprotein, influenza virus hemagglutinin, hepatitis B virus surface antigen, rabies virus glycoprotein, plasmodium knowlesi sporozoite antigen  dan sebagainya. Rekombinan ini telah memperlihatkan reaksi kekebalan terhadap patogen-patogen tersebut.
Vaksin hepatitis B yang efektif sudah ada sejak tahun 1982. Ada dua jenis vaksin hepatitis B yan diberi lisensi untuk dipakai di Amerika Serikat dan Kanada. Kedua jenis vaksin tersebut aman dan mempunyai daya perlindungan tinggi terhadap semua jenis subtipe HBV. Tipe pertama  dibuat dari plasma seseorang dengan HBsAg positif, tidak lagi diproduksi di Amerika Serikat tetapi masih digunakan  secara luas.
Tipe kedua dibuat dengan teknologi rekombinan DNA (rDNA); vaksin ini dibuat  dengan menggunakan sintesa HBsAg dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae  (ragi yang biasa dipakai untuk membuat kue), kedalam ragi ini di insersi plasmida yang berisi gen HBsAg. Kombinasi imunoprofilaksis pasif-aktif antara hepatitis B immunoglobulin (HBIG)
dengan vaksin terbukti dapat merangsang terbentuknya anti-HBs sebanding dengan vaksin yang diberikan sendiri.

Gambar bakteri Sacaromicces cereviciae
Satu produk rekayasa genetika adalah Vaksin Hepatitis B yang dihasilkan oleh yeast (Saccharomyces cereviceae) melalui tehnik rekombinan DNA menggunakan hepatitis B surface antigen (HBsAg). Penggunaan vaksin ini telah meluas di seluruh dunia dan terbukti efektif dalam menekan jumlah infeksi virus Hepatitis B (HVB). Jenis vaksin rekombinan yang paling umum digunakan adalah Recombivax HB   dan Energix-B, diberikan secara intramuscular pada bayi yang baru lahir, anak-anak, dan dewasa. Dosis pemberian vaksin sebanyak 3 kali. Pemberian vaksin telah dikembangkan dengan menyisipkannya ke dalam tanaman, misalnya pada pisang.
Teknologi DNA rekombinan atau sering juga disebut rekayasa genetika merupakan teknologi yang memanfaatkan proses replikasi, transkripsi dan translasi untuk memanipulasi, mengisolasi dan mengekspresikan suatu gen dalam organisme yang berbeda. Biasanya gen dari organisme yang lebih tinggi diekspresikan pada organisme yang lebih rendah. Teknologi ini juga memberikan kesempatan yang tidak terbatas untuk menciptakan kombinasi barudari gen yang tidak ada pada kondisi normal. Melalui rekayasa genetika, akan dihasilkan kombinasi baru dari materi genetik melalui penyisipan molekul asam nukleat kedalam suatu sistem DNA vektor (plasmid bakteri, virus dan lain-lain) dan kemudian memasukkan vektor ini kedalam suatu inang sehingga akan dihasilkan suatu produk gen dalam jumlah banyak.
Pembuatan Vaksin Hepatitis B
Vaksin HBsAg yang dimumikan dari plasma karier dan inaktifasiformalin/panas telah diproduksi di beberapa laboratorium. Namun dengan terbatasnya persediaan plasma, perlunya seleksi dan kontrol yang ketat untuk mendapatkan vaksin murni dan bebas sumber infeksi lain, maka pendekatan lain terus dicari. Problem ini akhirnya dapat teratasi dengan pendekatan rekombinan DNA. Salah satu sintesis HbsAg yang telah berhasil dari sel ragi ( yeast ) rekombinan. Partikel ini memperlihatkan sifat imunogenik pada binatang percobaan; pengujian pada manusia telah berhasil menginduksi anti HBs dan melindungi dar iinfeksi virus hepatitis B. Saat ini setidaknya ada 3 sumber partikel HBsAg yang digunakan untuk vaksinasi hepatitis B. Terutama HbsAg dimumikan dari plasma karier. Metode ini telah berhasil dan efikasinya tidak disangsikan. Dua sumber lain yaitu melalui pendekatan teknologi rekombinan DNA, dengan memasukan gen virus hepatitis B pengkode HBsAg ke dalam sel ragi dan sel mamalia. Selain itu, HBsAg juga dapat disekresi oleh E coli, namun jumlahnya relatif kecil, demikian juga sifat antigeniknya.
Tahapan pembuatan vaksin
Virus yang dilemahkan (imunisasi). Untuk menghasilkan vaksin dibutuhkan HBsAg yang berasal dari virus Hepatitis B, virus diperbanyak dalam medium tertentu sehingga nantinya dihasilkan virus yang tidak menyebabkan penyakit namun mampu merangsang sistem imun. Strain ini selanjutnya dikultur pada kondisi yang sesuai dan virusnya diinaktifkan melalui pemanasan dan proses kimia. Tahapan berikutnya virus yang telah dilemah diinjeksikan ke dalam tubuh
Vaksin DNA rekombinan
Vaksin hepatitis B yang diproduksi sel ragi rekombinan telah menjalani pengujian keamanan, imunogenisitas dan evaluasi klinis. Hasil menunjukkan bahwa vaksin ini aman, antigenik dan relatif bebas efek samping yang merugikan, bahkan vaksin ini telah dilisensikan dan diproduksi diberbagai negara. Salah satu keuntungan vaksin dari sel ragi dibanding dari plasma yaitu siklus produksinya dapat dikurangi, dan konsistensi dari batch ke batch lebih mudah diperoleh.
HBs Ag dilepaskan dari sel dengan homogeniser atau disruption menggunakan glass bead. Pemurnian melalui tahap klarifikasi, ultrafiltrasi, kromatografi dan ultrasentrifugasi serta diabsorbsi dengan alum hidroksida; sebagai pengawet ditambahkan thiomerosal. Karakterisisasi partikel dilakukan dengan membandingkan HBs Ag dari plasma antara lain meliputi berat molekul, komposisi asam amino, densitas dalam CsC12 dan sebagainya. Analisis imunologis menggunakan antibodi monoklonal memperlihatkan vaksin dari plasma dan ragi mengandung epitop yang berperan menginduksi antibodi setelah vaksinasi
Vaksin Hepatitis B rekombinan (Recombivax HB) Recombivax HB vaccine mengandung antigen Hepatitis B, amorphous aluminum hidroksiphosfat, yeastprotein yang diberi formaldehid, dan thimerosal sebagai pengawet. Vaksin Hepatitis B rekombinan ini berasal dari HepatitisB surface antigen (HBsAg) yang diproduksi dalam sel yeast. Bagian virus yang mengkode HBsAg dimasukkan kedalam yeast, dan selanjutnya dikultur. Antigen kemudian dipanen dan dipurifikasi dari kultur fermentasi yeast Saccharomyces cereviceae, antigen HBsAg mengandung gen adw subtype. Proses fermentasi meliputi pertumbuhan Saccharomyces cereviceae pada medium kompleks yang mengandung ekstrak Yeast, soy pepton, dextrose, asam amino, dan garam mineral. Protein dilepaskan dari sel yeast melalui pengrusakan sel kemudian dipurifikasi dengan metode fisika dan kimia. Selanjutnya potein dimasukkan ke larutan buffer posfat dan formaldehid, dipercepat dengan menggunakan alum (potassium aluminium sulfat). Vaksin rekombinan ini memperlihatkan kesamaan dengan vaksin yang diperoleh dari plasma darah.
Vaksin Hepatitis B rekombinan (Engerix-B). Engerix-B merupakan DNA rekombinan yang dikembangkan dan dibuat oleh perusahaan Glaxo Smith Kline. Biological. Mengandung antigen permukaan virus Hepatitis B (HBsAg) yang telah dipurifikasi dan dikultur dalam sel Saccharomyces cereviceae. HBsAg yang diekspresikan oleh Saccharomyces cereviceae dipurifikasi dengan cara fisika-kimia dan aluminium hidroksida Engerix-B® vaccine mengandung antigen hepatitis B yang telah dimurnikan, aluminum hidroksida, sejumlah yeast protein dan thimerosal yang digunakan dalam proses produksi, serta 2 phenoxyethanol sebagai pengawet.               
Gen yang mengkode senyawa penyebab penyakit (antigen) diisolasi dari mikrobia yang bersangkutan. Kemudian gen ini disisipkan pada plasmid bakteri yang sama, tetapi telah dilemahkan (tidak berbahaya). Bakteri atau mikroba ini menjadi tidak berbahaya karena telah dihilangkan bagian yang menimbulkan penyakit, misalnya lapisan lendirnya.
Bakteri yang telah disisipi gen ini akan membentuk antigen murni.
Bila antigen ini disuntikkan pada manusia, sistem kekebalan manusia akan membuat senyawa khas yang disebut antibodi. Munculnya antibodi ini akan mempertahankan tubuh dari pengaruh senyawa asing (antigen) yang masuk dalam tubuh.
Berikut adalah

 
 gambar dari proses pembuatan vaksin.

 Smber: http://sarungbodol piss.blogspot.com/2010/11/bioteknologi-kedokteran.html

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous,  2007. Hepatitis B Vaccine. Departement of Health and Human Service Center For Disease Control andPrevention. Vis-hep-b.pdf
Chin, James MD, MPH. 2000. Manual pemberantasan Penyakit Menular. Fakultas Kesehatan Masyarakat  Universitas California- Berkeley:  APHA
Gunawan, Suriadi. 1991. Hepatitis B dan Pencegahannya melalui Imunisasi di Indonesia. Jakarta:  Artikel: Kepala pusat penelitian penyakit menular badan penelitian dan pengembangan kesehatan, Departemen Kesehatan RI
Retnoningrum, Debbie S. 2010. Prinsip Teknologi DNA Rekombinan. Sekaloah Farmasi ITB. Bioteknologi Farmasi-FA 4202
Susanto, Agus Hery. 2011. DNA rekombinan. http://biomol. wordpress.com/bahan-ajar/ organisme-trans/ (Diakses 28 Desember 2011)
Suwandi, Usman. 1990. Perkembangan Pembuatan Vaksin. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan PT Kalbe Farma
Oleh : Wulan Handanawati/ 24020110120032
Sumber: Asminarti| 12/01/2012


Molecular Analysis of Rifampin-Resistant
Mycobacterium tuberculosis Strains Isolated from Papua, Indonesia


Tuberculosis (TB)  adalah penyakit karena infeksi pada manusia yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Jumlah pasien tuberkolosis di Papua semakin meningkat setiap tahunnya karena sanitasi yang buruk dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai. Sampai sekarang, telah tersedia berbagai macam obat untuk mengobati tuberkolosis yaitu dengan antibiotic seperti rifampin, isoniazid, pyrazinamide, ethambutol, streptomycin, fluoroquinolone, dan lain- lain. Walaupun telah tersedia berbagai macam obat untuk melawan tuberkolosis, TB tetap merupakan penyakit yang
sulit untuk diatasi
. Hal ini utamanya disebabkan oleh sifat resisten TB terhadap antibiotik.  Resistensi TB di bagi menjadi dua macam, yaitu:  tipe resisten satu antibiotik dan  tipe resiten terhadap lebih dari satu tipe antibiotik. WHO telah mendefinisikan TB yang resisten terhadap paling tidak dua tipe antibiotic setara dengan rifampin (RIF) dan isoniazid (INH) sebagai multidrug-resistant TB (MDR-TB). MDR-TB disebabkan oleh strain  M. tuberculosis yang memiliki sifat tersebut. Munculnya kasus MDR-TB adalah masalah global yang harus diatasi untuk memberantas TB. Resistensi M.tuberculosis terhadap antibiotic disebabakan oleh mutasi kromosom bakteri. Hal ini adalah penyebab sensitifitas M. tuberculosis terhadap obat anti-tuberculosis menjadi menurun. Mutasi ini terjadi di gen yang mengkode antibiotic atau gen target yang berperan dalam regulasi interaksi antibiotic dengan target di M. tuberculosis. Resistensi terhadap INH kebanyakan terjadi karena mutasi di gen yang catalase-peroxidase katG yang berperan dalam regulasi perubahan INH menjadi bentuk aktifnya di dalam sel. Resistensi RIF terjadi karena mutasi pada gen rpoB yang disandi RNA polymerase (RNAP) subunit βyang menyebabkan RIF tersebut tidak berfungsi dan menghambat transkripsi proses inisiasi.

Penyebab utama dari  mutasi resistensi  INH di  katG gene adalh mutasi di codon 315, sedangkan penyebab utama dari mutasi resistensi RIF terletak di area sepanjang 81 base pairs (bp) di rpoB gene, disebut  RIF resistance determining region, dengan nama codons 507-533, dengan  frekuensi mutasi tertinggi di codon 526 and 531. Sistem pemberian nomor kodon menggunakan nomor  dari Escherichia coli rpoB codon, bukan codon actual number atau bukan nomor kodon yang sebenarnya dari M.tuberculosis.  Mutasi menyebabkan kedua tipe resistensi dapat dideteksi di atas telah sederhana dan  cepat dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) allele-specific multiplex.  Dalam koleksi 20 strain dari isolate klinik dari MDR M.tuberculosis di Papua, Indonesia, dimana M. tuberculosis tes genotip isolat menggunakan multiplex PCR diketahui termutasi pada codon katG315  tetapi tidak memiliki/ tidak terjadi mutasi rpoB526 and rpoB531. Bagaimanapun juga, fenotip resistensi RIF yang dimiliki pasti juga disebakan oleh factor lain. Agaknya sifat tersebut disebabkan oleh mutasi pada posisi kodon lainnya dari kodon di atas.
Satu isolate dari 20 isolat klinik dari multidrug-resistant (MDR) M.tuberculosis yang berasal dari Provinsi Papua, tidak memiliki mutasi major menyebabkan rifampin resistance (RIF), telah berhasil ditemukan untuk memutasi Gln513Leu yang bersifat alel dengan fenotip penyebab RIF resistance. Hasil tersebut berdasarkan genotip dan laju mutasi di analisis silico yang menunjukkan perubahan alami dari sisi rantai polar menjadi sisi rantai non-polar dan perubahan jarak hydroxyl group dari RIF. Mutasi ini dapat menyebabkan afinitas ikatan RIF di RNA polymerase (RNAP) tidak dapat direduksi sehingga RIF bekerja menghambat RNAP dalam transkripsi dan M.tuberculosis menjadi resisten terhadap antibiotic.

Sumber asli:
Ubyaan,  Agnes et all. 2012. Molecular Analysis of Rifampin-Resistant Mycobacterium tuberculosis Strains Isolated from Papua, Indonesia. International Journal of PharmTech Research CODEN (USA).  JPRIF ISSN : 0974-4304, Vol.4, No.4, pp 1803-1811, Oct-Dec 2012. http://sphinxsai.com/2012/oct-dec/Pharmpdf/PT=62%281803-1811%29OD12.pdf


Ekspresi Gen sebagai Penanda Molekuler Baru

Tanaman Brassica napus. © www.wikinfo.org
Teknik baru yang dipublikasikan di jurnal nature Biotechnology dapat mengaitkan sifat agronomis dengan daerah yang aktif dari genom tanaman. Teknik ini melihat hanya ekspresi gen saja tanpa harus memerlukan informasi urutan genom. Dengan demikian, para pemulia memiliki perangkat baru untuk menyeleksi dan memasukkan sifat-sifat baru tanpa harus merunut seluruh genom tanaman.
Prof. Ian Bancroft dari pusat penelitian John Innes Centre, Inggris, menyatakan bahwa teknik ini berhasil mengembangkan marka molekuler baru yang dapat digunakan dalam pemulian berbantukan marka (marker assisted breeding). Dengan berbekal sekuen gen-gen yang terekspresikan serta pola ekspresinya, karakter atau sifat tanaman dapat dipilih dengan cepat.
Penggunaan marka ekspresi gen ini sangat cocok diterapkan pada tanaman-tanaman yang belum memiliki urutan genom rujukan atau memiliki struktur genom yang kompleks (misal karena ploidi kromosomnya) seperti kanola, gandum dan tebu. Pengembangan marka molekuler untuk tanaman-tanaman yang jarang diteliti, namun penting bagi negara berkembang atau memiliki potensi industri atau obat-obatan yang besar, juga akan terbantukan dengan teknik marka ekspresi gen ini.
Penelitian yang menghasilkan pendekatan baru untuk mengaitkan sifat-sifat terukur tanaman dengan gen-gen yang terekspresikan ini juga melibatkan perusahaan pemuliaan tanaman KWS serta perusahaan bioinformatika Eagle Genomics. Dari kerjasama semacam ini, sebuah layanan bertajuk TraitTag (arti harfiah: LabelCiri) telah diluncurkan untuk publik. Layanan berbasis teknologi marka ekspresi gen ini memungkinkan identifikasi marka molekuler dari sifat atau ciri tanaman yang dikendalikan pada tataran ekspresi gen atau interaksi epigenetis.
Sumber:

Posting oleh : TSANYA DYNA F/ 24020110130046

Kontribusi Teknologi Marka Molekuler dalam Pengendalian Wereng Coklat


Wereng coklat merupakan hama yang sering kali merusak tanaman padi di Indonesia, dengan luas serangan yang berfluktuasi dari tahun ke tahun. Serangan tertinggi terjadi dalam periode 1974-79, kemudian cenderung menurun1. Pada musim tanam 1976/77 sekitar 450.000 hektar pertanaman padi puso akibat diserang wereng coklat dengan kerugian saat itu mencapai US $100 juta atau kini setara dengan Rp 1,1 triliun pada kurs US $1 Rp 8.600.
Pengalaman sejak 1970-an sampai sekarang menunjukkan bahwa penyebab peningkatan serangan wereng coklat adalah antara lain tanam tidak serempak, penanaman varietas rentan, aplikasi insektisida tidak tepat, dan kesanggupan wereng coklat beradaptasi membentuk biotipe yang lebih ganas. Perubahan iklim disinyalir juga ikut berperan dalam peningkatan wabah hama wereng coklat ini.
Dalam upaya pengendalian hama yang berbahaya ini telah dikembangkan metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang terbukti dapat meredakan eksplosi wereng coklat. Komponen utama PHT wereng coklat adalah penanaman varietas unggul tahan wereng (VUTW). Tetapi karena kemapuran hama ini membentuk biotipe baru yang dapat mematahkan ketahanan varietas, maka untuk melengkapi komponen PHT perlu tersedia VUTW baru yang dapat menangkal serangan biotipe wereng coklat yang terus berkembang di lapang.
Bioteknologi, dalam hal ini marka molekuler, berpotensi membantu pengendalian wereng coklat, baik dalam perakitan VUTW maupun penelitian populasi atau biotipe wereng coklat. Dahulu perakitan varietas tahan hanya melalui pemuliaan konvensional dengan seleksi berbasis morfologi atau fenotipe, namun sekarang dapat dibantu dengan teknologi marka molekuler. Demikian pula penelitian biotipe wereng coklat, dahulu didasarkan pada reaksi varietas padi pembeda, dan sekarang terbuka peluang untuk dilakukan secara langsung pada sekuen DNA wereng coklat.
Teknologi marka molekuler dapat dipakai untuk pemuliaan varietas tahan wereng coklat. Kini telah dilakukan pemetaan molekuler dari gen Bph (gen tahan wereng coklat) pada chromosom padi dan telah diidentifikasi 21 gen tanaman padi tahan wereng coklat. Beberapa gen tahan yang telah dipetakan berasal dari jenis padi liar seperti O. officinalis, O. australiensis, dan beberapa diantaranya telah dimasukkan ke dalam tanaman padi domestik/kultivasi. Teknologi marka molekuler dapat mempercepat proses perakitan. Penelitian di Thailand pada tahun 2009 telah berhasil mengintrogresikan gen tahan wereng coklat Bph3 ke dalam varietas padi populer Jasmin dalam tempo tiga tahun. Implikasinya, varietas Jasmin yang semula rentan menjadi tahan terhadap wereng coklat. Varietas populer seperti IR64 dan Ciherang yang semula tahan wereng coklat, kini telah rentan. Dengan bantuan teknologi marka molekuler, kedua varietas dapat dimuliakan kembali dengan memperbaiki ketahanannya terhadap wereng coklat dengan menambah gen Bph3 dan gen tahan wereng coklat lainnya.
Penelitian struktur populasi serangga hama dengan teknologi marka molekuler telah dilakukan pada beberapa hama tanaman. Penelitian populasi wereng coklat berbasis marka molekuler sebelum tahun 2005 sangat terbatas. Kini telah tersedia 37 sekuen EST (Expressed Sequence Tags) dari gen-gen yang terekpresi pada 18 jaringan tubuh wereng coklat. Sekuen tersebut dapat dimanfaatkan untuk membuat marka mikrosatelit, yang potensial digunakan sebagai DNA fingerprint wereng coklat untuk mempelajari struktur populasi dan pola penyebarannya.
Manfaat teknologi marka molekuler untuk membantu penelitian wereng coklat terutama pemuliaan tanaman hanya bisa didapatkan apabila tantangan di bawah ini dapat di atasi:
  1. Investasi permulaan sangat besar, baik dalam hal SDM terlatih maupun fasilitas. SDM tersebut diperlukan dalam jumlah banyak untuk proses pelaksanaan penelitian terutama proses seleksi dan analisis data molekuler. Fasilitas yang diperlukan adalah laboratorium yang memenuhi syarat dan dilengkapi dengan peralatan canggih dan rumah kaca yang dapat memuat hasil persilangan yang banyak. Di samping itu diperlukan software yang dapat membantu menganalisis hasil seleksi sehingga proses seleksi dapat dilakukan dengan cepat.
  2. Program pemuliaan spesifik komoditas yang kuat (strong breeding program) diperlukan untuk implementasi  program pemuliaan berbasis marka molekuler. Teknologi marka molekuler tidak untuk menggantikan teknologi pemuliaan konvensional, tetapi hanya membantu sehingga hasilnya lebih akurat, efisien, dan cepat. Dalam hal ini diperlukan sistem pemuliaan konvensional yang telah berjalan dengan baik yang kemudian dilengkapi dengan sistem pemuliaan molekuler.
  3. Sumber plasma nutfah yang sangat banyak sehingga dapat memilih tetua dengan sifat yang diinginkan dan memungkinkan dilakukan seleksi terhadap hasil persilangan dengan marka molekuler.
  4. Koleksi marka molekuler dalam jumlah banyak yang terkait dengan sifat yang diinginkan.
  5. Sistem pemeliharaan tanaman di rumah kaca yang baik sehingga tanaman tumbuh cepat dan subur, sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan penanaman 3-4 kali.
  6. Penelitian berbasis marka molekuler umumnya bersiklus singkat karena dilakukan pada tahap molekul. Oleh sebab itu, penelitian bersifat dinamis dan fleksibel. Penelitian berbasis bioteknologi memerlukan bahan kimia yang beragam dan biasanya berumur pakai pendek. Oleh sebab itu, sistem pengadaan bahan kimia juga harus cepat dan fleksibel.


Implikasi Kebijakan
  1. Revitalisasi lembaga penelitian dengan pembuatan program pemuliaan yang kuat antara pemulia padi dengan peneliti biologi molekuler. Revitalisasi ini juga membutuhkan SDM bermutu dan fasilitas yang mendukung program pemuliaan yang dibuat.
  2. Pengembangan kerja sama penelitian dan alih teknologi antara instansi publik ataupun swasta yang telah sukses menerapkan teknologi marka molekuler untuk membuat program dan meningkatkan kapasitas SDM.
  3. Memperlancar penelitian berbasis bioteknologi dengan modifikasi sistem pengadaan bahan penelitian agar dapat mengakomodasi penelitian bioteknologi yang bersifat dinamis dan fleksibel.
  4. Mempercepat memperoleh inovasi pengendalian wereng coklat melalui modifikasi peraturan kerja sama penelitian dalam dan luar negeri.
Sumber: Toto Hadiarto, 2012

Posting Oleh: TSANYA DYNA F/ 24020110130046


Comprehensive molecular portraits of human breast tumours

Profil genetik kanker payudara. Salah satu potret paling lengkap kanker payudara yang belum dilukis dapat menginspirasi beberapa opsi terapi baru. Dokter dan peneliti telah lama mengklasifikasi kanker payudara menjadi 4 jenis. Tetapi sketsa hanya berisi informasi tentang satu aspek tumor dan tidak menunjukkan semua aspek kepribadian molekul kanker termasuk mutasi, produksi protein dan tingkat aktivitas genetik.
Sekarang sebuah konsorsium peneliti internasional bernama Cancer Genome Atlas Network telah menggabungkan berbagai jenis data untuk mengisi gambar. Cakupan termasuk mutasi yang mungkin memicu pembentukan tumor di tempat pertama. Kanker payudara biasanya dikategorikan oleh gen yang sangat aktif. Tumor dengan gen reseptor estrogen yang terlalu aktif dikenal sebagai ER-positif dan jatuh ke dalam dua kelompok. Kategori lain didasarkan pada aktivitas gen HER2. Jenis kanker payudara yang agresif cenderung menyerang perempuan muda, Afrika-Amerika dan wanita dengan riwayat penyakit keluarga. Hal ini juga terkait dengan mutasi pada gen BRCA1 yang dikaitkan dengan risiko sangat tinggi kanker payudara. Mengetahui kategori tumor telah membantu dokter menyarankan pasien untuk terapi, namun tidak menawarkan informasi tentang penyebab penyakit ini, kata Matthew Ellis, biolog molekuler Washington University School of Medicine di St Louis. Laporan baru menunjukkan basal kanker payudara sangat mirip dengan jenis tumor ovarium atau disebut serous ovarian cancer. Jadi wanita dengan basal seperti tumor dapat mengambil rejimen kemoterapi seperti yang diberikan kepada pasien kanker ovarium
Oleh : Ahmad Yusuf afandi


Analysis of the bread wheat genome using whole-genome shotgun sequencing

Genome Gandum Roti (Triticum aestivum) telah datang. Tim internasional menerbitkan draft sekuens DNA gandum yang memungkinkan rekayasa genetika. Gandum paling banyak ditanam di dunia dan mengisi perut sebagian besar penduduk dunia. Tetapi para ilmuwan telah berjuang untuk memegang genetika kompleks. Salah satu komplikasi bahwa 2 jenis gandum yaitu Gandum Roti dan gandum pasta memiliki makeup DNA yang berbeda.
Gandum Pasta atau durum yang merupakan gabungan 2 rumput liar sehingga memiliki 2 genom dari masing-masing leluhurnya. Gandum Roti (Triticum aestivum) bahkan lebih kompleks dengan 3 genom yaitu 2 genom hibridasi Gandum Pasta dan satu genom spesies rumput. Genom Gandum roti 6 kali DNA genom manusia. Tidak seperti jagung yang menyatu dari 2 genom, Triticum aestivum melewati masing-masing dari 3 genom ke generasi berikutnya secara utuh. Untuk mulai mengurai DNA, tim mengurutkan jutaan fragmen DNA dari setiap varietas Gandum Roti kemudian disatukan hanya fragmen yang mengandung gen terkait. Juga mengurutkan genom dari 2 leluhur gandum untuk menetapkan 2/3 dari 95.000 gen masing-masing ketiga genom. Gen dikelompokkan ke dalam kelas berdasarkan kesamaan. Beberapa kasus kelas berkembang sejak hibridisasi sedagnkan lainnya menyusut. Akibatnya, Triticum aestivum banyak menyimpang dengan respon pertahanan dan metabolisme energi protein dari bentuk asalnya.

Oleh : Ahmad Yusuf afandi
Sumber:
Rachel Brenchley1 et.al.
  1. Centre for Genome Research, University of Liverpool, Liverpool L69 7ZB, UK
Nature 491, 705-710, 28 November 2012

Gen DMRT3 Regulasi Kaki Kuda Trotter

Mutasi gen membuat kuda berlari. Varian genetik tertentu yang mempengaruhi kiprah vertebrata, sebuah anugerah potensi bagi peternak kuda trott.
Temuan juga memberi pemahaman lebih besar tentang cedera tulang belakang pada manusia. Petunjuk gen ditemukan pada kuda Islandia, keturunan yang terkenal suka berlari. Kiprah kuda di mana kaki pada satu sisi bergerak maju pada saat yang sama.
Sangat menonjol di antara kuda Islandia yang diperkenalkan ke Islandia oleh Viking dan diakui sebagai strain yang memberi kaki-kaki simetris. Lisa Andersson, genetikawan Uppsala University, dan rekan membandingkan kode genetik 70 kuda, 40 diantaranya bagus berlari dan 30 lainnya tidak. Ada perubahan kecil, hanya satu huruf, kode gen yang dikenal sebagai DMRT3 dalam 40 kuda trotting. Penelitian sebelumnya gen DMRT3 juga ditemukan berlaku sama pada tikus.
DMRT3 pengkode protein sel-sel saraf di sumsum tulang belakang yang sangat penting dalam koordinasi gerakan kaki vertebrata. Kejutan lain bahwa mutasi juga terjadi pada tipe trotter yang terkenal juara balap di cabang kereta roda dua. Trotter memiliki kiprah diagonal yang berarti kaki belakang dan depan diagonal berlawanan satu sama lain bergerak pada waktu yang sama. Dalam ras lomba, kuda tidak diperbolehkan gallop, selain itu didiskualifikasi.
Varian genetik secara luas tersebar di antara Trotter Amerika, tetapi lebih jarang ditemukan di antara Trotter Perancis yang terkenal sangat kuat. Tetapi Trotter kadang-kadang mengalami masalah dalam menjaga kebersihan berlari dibanding Trotters Amerika.
Andersson dan tim telah mempatenkan tes DNA untuk mengidentifikasi varian DMRT3 yang memungkinkan pembeli kuda melihat kesempatan dalam perlombaan. Tapi penemuan juga memiliki implikasi penting bagi kesehatan manusia.

Oleh : Ahmad yusuf afandi
Sumber :

Lisa S. Andersson1 et.al.
  1. Department of Animal Breeding and Genetics, Swedish University of Agricultural Sciences, SE-75124 Uppsala, Sweden
Nature 488, 642-646, 29 August 2012

Senin, 17 Desember 2012


SISI POSITIF REKAYASA GENETIKA PADA HEWAN DAN HEWAN

A.      Latar Belakang
Teknologi Rekayasa Genetika merupakan inti dari bioteknologi yang didefinisikan sebagai teknik in-vitro asam nukleat, termasuk DNA rekombinan dan injeksi langsung DNA ke dalam sel atau organel; atau fusi sel di luar keluarga taksonomi; yang dapat menembus rintangan reproduksi dan rekombinasi alami, dan bukan teknik yang digunakan dalam pemuliaan dan seleksi tradisional. Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan perubahan susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam struktur DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme penerima dapat berasal dari organisme apa saja.
Bahan pangan hewani merupakan kebutuhan pokok manusia untuk hidup sehat, kreatif, produktif dan cerdas. Menurut Prof. I.K Han (1999) menyatakan adanya kaitan positif antara tingkat konsumsi protein hewani dengan umur harapan hidup (UHH) dan pendapatan perkapita. Delgado et. al (1999) menduga akan terjadi peningkatan produksi dan konsumsi pangan hewani dimasa depan. Di dalam artikel “Peternakan 2020: Revolusi Pangan Masa Depan”, mereka menduga bahwa konsumsi daging penduduk dunia akan meningkat dari 233 juta ton (tahun 2000) menjadi 300 juta ton (tahun 2020). Konsumsi susu naik dari 568 juta ton menjadi 700 juta, sedangkan konsumsi telur sekitar 55 juta ton. Hal tersebut disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk dunia, meningkatnya kesejahteraan hidup dan meningkatnya kesadaran gizi masyarakat dunia.
Akan tetapi, peningkatan kebutuhan pangan hewani, ternyata tidak diikuti oleh ketersediaan pangan hewani secara murah, merata dan terjangkau. Teknologi budidaya peternakan konvensional dan pertumbuhan populasi ternak yang cenderung lambat merupakan salah satu faktor penyebabnya. Oleh karena itu, aplikasi bioteknologi diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam memacu pertumbuhan populasi ternak dan meningkatkan mutu pangan hewani.
Menurut Sudrajat (2003) aplikasi bioteknologi peternakan dilakukan pada tiga bidang utama, yaitu bioteknologi reproduksi (inseminasi buatan, transfer embrio dan rekayasa genetik), bioteknologi pakan ternak dan bioteknologi bidang kesehatan hewan. Bioteknologi peternakan dapat digunakan mempercepat pembangunan peternakan melalui peningkatan daya reproduksi dan mutu genetik ternak, perbaikan kualitas pakan dan kualitas kesehatan ternak
B.       Pembahasan
Bioteknologi adalah penggunaan biokimia, mikrobiologi, dan rekayasa genetika secara terpadu, untuk menghasilkan barang atau lainnya bagi kepentingan manusia. Biokimia mempelajari struktur kimiawi organisme. Rekayasa genetika adalah aplikasi genetik dengan mentransplantasi gen dari satu organisme ke organisme lain.
Ciri utama bioteknologi:
1. Adanya Benda biologi berupa mikroorganisme, tumbuhan atau hewan
2. Adanya pendayagunaan secara teknologi dan industri
3. Produk yang dihasilkan adalah hasil ekstraksi dan pemurnian
Obyek rekayasa genetika mencakup hampir semua golongan organisme, mulai dari bakteri, fungi, hewan tingkat rendah, hewan tingkat tinggi, hingga tumbuh-tumbuhan. Bidang kedokteran dan farmasi paling banyak berinvestasi di bidang yang relatif baru ini. Sementara itu bidang lain, seperti ilmu pangan, kedokteran hewan, pertanian (termasuk peternakan dan perikanan), serta teknik lingkungan juga telah melibatkan ilmu ini untuk mengembangkan bidang masing-masing.
Teknologi Rekayasa Genetika merupakan inti dari bioteknologi didifinisikan sebagai teknik in-vitro asam nukleat, termasuk DNA rekombinan dan injeksi langsung DNA ke dalam sel atau organel; atau fusi sel di luar keluarga taksonomi; yang dapat menembus rintangan reproduksi dan rekombinasi alami, dan bukan teknik yang digunakan dalam pemuliaan dan seleksi tradisional.
Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan perubahan susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam struktur DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme penerima dapat berasal dari organisme apa saja.
Dampak produk rekayasa genetika bagi kesehatan manusia tidak perlu dikhawatirkan sepanjang jenis produk yang dilepas ke masyarakat telah memenuhi Protokol Cartagena dan terlebih dulu melalui proses pemeriksaan keamanan pangan dan lingkungan. Hal yang sering dikhawatirkan para ilmuwan bioteknologi adalah keikutan gen marker (biasanya gen tahan antibiotika) terselip ke dalam khromosom organisme penerima, sehingga jika makan produk tersebut kita juga akan memakan zat tahan antibiotika. Tentang hal ini telah ada teknologi untuk menghilangkan gen tersebut agar tidak ikut terselip ke organisme penerima. Di samping itu konsentrasi zat ini tidak tinggi untuk ukuran manusia. Kekhawatiran juga muncul terhadap adanya gene flow yaitu menyebarnya gen baru yang diselipkan pada organisme penerima kepada organisme lain yang sejenis di sekitarnya melalui proses penyerbukan atau kawin silang.
BIOTEKNOLOGI REPRODUKSI HEWAN
Bioteknologi reproduksi terus berkembang untuk meningkatkan konsistensi dan keamanan produk dari ternak yang berharga secara genetik dan menyelamatkan spesies langka. Bioteknologi reproduksi juga memudahkan antisipasi kemungkinan industri yang mengarah pada produk dengan sifat-sifat genetik bernilai ekonomis seperti pertumbuhan jaringan otot, produk rendah lemak, dan ketahanan terhadap penyakit.
1. Inseminasi Buatan dan Seksing Sperma
Program peningkatan produksi dan kualitas pada ternak berjalan lambat bila 13 proses reproduksi berjalan secara alamiah. Melalui rekayasa bioteknologi reproduksi, proses reproduksi dapat dimaksimalkan antara lain dengan teknologi IB (inseminasi buatan). Tujuan utama dari teknik IB ialah memaksimalkan potensi pejantan berkualitas unggul. Sperma dari satu pejantan berkualitas unggul dapat digunakan untuk beberapa ratus bahkan ribuan betina, meskipun sperma tersebut harus dikirim ke suatu tempat yang jauh.
Jenis kelamin anak pada ternak yang diprogram IB dapat ditentukan dengan memanfaatkan teknologi seksing sperma X dan sperma Y. Dewasa ini ada dua teknik yang umum dipakai untuk seksing sperma yaitu separasi albumin yang menghasilkan 75 sampai 80 persen sperma Y dan filtrasi sephadex yang menghasilkan 70 hingga 75 persen sperma X. Perubahan proporsi sperma X atau Y akan menyebabkan peluang untuk memperoleh anak dengan jenis kelamin yang diharapkan lebih besar. Seleksi gender pada hewan digunakan untuk beberapa tujuan diantaranya:
1. memproduksi lebih banyak anak betina dari induk superior untuk meningkatkan
produksi susu, daging dan kulit.
2. menghasilkan lebih banyak anak jantan untuk produksi daging dari betina-betina yang
telah diculling.
3. mencegah intersex pada kelahiran kembar (khususnya ternak sapi).
2. Transfer Embrio
TE (transfer embrio) merupakan teknologi yang memungkinkan induk betina unggul memproduksi anak dalam jumlah banyak tanpa harus bunting dan melahirkan. TE dapat mengoptimalkan bukan hanya potensi dari jantan saja tetapi potensi betina berkualitas unggul juga dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada proses reproduksi alamiah, kemampuan betina untuk bunting hanya sekali dalam 1 tahun (9 bulan bunting ditambah persiapan untuk bunting berikutnya) dan hanya mampu menghasilkan 1 atau 2 anak bila terjadi kembar. Menggunakan teknologi TE, betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa ditransfer (dititipkan) pada induk titipan (resipien) dengan kualitas genetik rata-rata etapi mempunyai kemampuan untuk bunting.
3. Bayi Tabung
Kematian bukan lagi merupakan berakhirnya proses untuk melahirkan keturunan. Melalui teknik bayi tabung, sel telur yang berada di dalam ovarium betina berkualitas unggul sesaat setelah mati dapat diproses in vitro di luar tubuh sampai tahap embrional. Selanjutnya embrio tersebut ditransfer pada resipien sampai dihasilkan anak.
Secara alamiah sapi betina berkualitas unggul dapat menghasilkan sekitar tujuh ekor anak selama hidupnya. Jumlah tersebut dapat berkurang atau menjadi nol bila ada gangguan fungsi reproduksi atau kematian karena penyakit. Untuk menyelamatkan keturunan dari betina berkualitas unggul tersebut, embrio dapat diproduksi dengan cara aspirasi sel telur pada hewan tersebut selama masih hidup atau sesaat setelah mati. Dari ovarium yang diperoleh di rumah potong hewan bisa diperoleh sekitar 20 sampai 30 sel telur untuk setiap ternak betina yang dipotong. Sel telur hasil aspirasi tersebut selanjutnya dimatangkan secara in vitro. Sel telur yang sudah matang diproses lebih lanjut untuk dilakukan proses fertilisasi secara in vitro dengan melakukan inkubasi selama lima jam mempergunakan semen beku dari pejantan berkualitas unggul. Sel telur yang dibuahi dikultur kembali untuk perkembangan lebih lanjut. Pada akhirnya embrio yang diperoleh akan dipanen dan dipndahkan rahim induk betina dan dibiarkan tumbuh sampai lahir.

4. Kriopreservasi Embrio
Kriopreservasi merupakan komponen bioteknologi yang memiliki peranan yang sangat besar dan menentukan kemajuan teknologi transfer embrio. Hal ini dikaitkan dengan kemampuannya dalam mempertahankan viabilitas embrio beku dalam waktu yang tidak terbatas sehingga sewaktu-waktu dapat ditransfer ketika betina resipien telah tersedia, serta dapat didistribusi ke berbagai tempat secara luas. Dengan kata lain, Kriopreservasi merupakan suatu proses penghentian sementara kegiatan metabolism sel tanpa mematikan sel dimana proses hidup dapat berlanjut setelah kriopreservasi dihentikan. Metode kriopreservasi dapat dilakukan dengan dua cara yakni kriopreservasi secara bertahap dan kriopreservasi secara cepat (vitrifikasi).
 Secara umum, mekanisme kriopreservasi merupakan perubahan bentuk fisik timbal balik dari fase cair ke padat dan kembali lagi ke fase cair. Mekanisme fisika kriopreservasi meliputi penurunan temperatur pada tekanan normal disertai dengan dehidrasi sampai tingkat tertentu dan mencapai temperatur jauh di bawah 0oC (-196 oC). Proses ini harus reversibel ke kondisi fisiologis awal. Tujuan kriopreservasi adalah mempertahankan sesempurna mungkin sifat-sifat material biologis terutama viabilitasnya.

5. Hewan Transgenik
Hewan transgenik merupakan satu alat riset biologi yang potensial dan sangat menarik karena menjadi model yang unik untuk mengungkap fenomena biologi yang spesifik (Pinkert, 1994).  Sedangkan hewan transgenik menurut Federation of European Laboratory Animal Associations adalah hewan dimana dengan sengaja telah dimodifikasi genome-nya, gen disusun dari suatu organisme yang dapat mewarisi karakteristik tertentu. Dua alasan umum mengapa hewan transgenic tetap diproduksi :
-          Beberapa hewan transgenic diproduksi untuk mempunyai sifat ekonomis spesifik. Contoh, ternak transgenic diciptakan untuk memproduksi susu yang mengandung protein khusus manusia, dimana mungkin dapat membantu dalam perawatan penyakit emphysema pada manusia (penyakit pembengkakan paru-paru karena pembuluh darah).
-          Hewan transgenic lainnya diproduksi sebagai model penyakit (secara genetic hewan dimanipulasi untuk menunjukkan gejala penyakit sehingga perawatan efektif dapat dipelajari). Contoh, ilmuwan Harvard membuat terobosan besar secar ilmiah ketika mereka diterima sebuah paten U.S. untuk keahlian tikus secara genetic, dimana tikus membawa gen yang mengembangkan variasi kanker manusia.
Kemampuan untuk mengintroduksi gen-gen fungsional ke dalam hewan menjadi alat berharga untuk memecah proses dan sistem biologi yang kompleks. Transgenik mengatasi kekurangan praktek pembiakan satwa secara klasik yang membutuhkan waktu lama untuk modifikasi genetik. Aplikasi hewan transgenik melingkupi berbagai disiplin ilmu dan area riset diantaranya:
1. basis genetik penyakit hewan dan manusia, disain dan pengetesan terapinya;
2. resistensi penyakit pada hewan dan manusia;
3. terapi gen
Hewan transgenik merupakan model untuk pertumbuhan, immunologis, neurologis, reproduksi dan kelainan darah);
4. obat-obatan dan pengetesan produk;
5. pengembangan produk baru melalui “molecular farming”
Introduksi gen ke dalam hewan atau mikroorganisme dapat merubah sifat dari hewan atau organisme tersebut agar dapat menghasilkan produk tertentu yang diperlukan oleh manusia seperti factor IX dan hemoglobin manusia.
6. produksi peternakan
a)      Ternak
Pemanfaatan teknologi transgenik memungkinkan diperolehnya ternak dengan karakteristik unggul (Pinkert, 1994; Prather et al, 2003). Petani selalu menggunakan peternakannya yang selektif untuk menghasilkan hewan yang sesuai dengan keinginan. Misalnya meningkatkan produksi susu, meningkatkan kecepatan pertumbuhan. Peternakan tradisional memakan waktu dan sulit memenuhi permintaan. Ketika teknologi menggunakan biologi molekuler untuk mengembangkan karakteristik hewan dengan waktu yang singkat dan tepat. Disamping itu, transenik hewan menyediakan cara yang mudah untuk meningkatkan hasil.
b)      Kualitas produksi
Sapi transgenic bisa memproduksi susu yang banyak dan rendah laktosa dan kolesterol, babi dan unggas menghasilkan daging yang lebih banyak, dan domba yang memiliki wool yang tebal. Di masa lampau, petani menggunakan hormone pertumbuhan untuk memacu perkembangan hewan tetapi teknik ini bermasalah, khususnya sejak residu hormone masih terkandung dalm produk.



c)      Resistensi penyakit
Ilmuwan mencoba menghasilkan hewan yang resisten terhadap penyakit, seperti babi yang resisten terhadap influenza, tetapi jumlah gen yang berperan masih terbatas jumlahnya.
7. Aplikasi Kesehatan
a)      Pasien yang meninggal tiap tahun karena butuh pengganti jantung, hati, atau ginjal. Contoh, sekitar 5000 organ dibutuhkan tiap tahun di UK. Babi transgenic menyediakan transpalantasi organ yang dibutuhkan untuk meredakan. Xenotransplantation adalah wadah yang diproduksi oleh protein babi yang dapat menyebabkan alergi pada penerima donor, tetapi bisa dihindarkan dengan mengganti protein babi dengan protein manusia.
b)      Suplement nutrisi dan Obat-obatan
Produk seperti insulin, hormone pertumbuhan, factor anti penggumpalan darah mungkin terkandung dalam susu sapi, kambing, dan domba transgenic. Penelitian merupakan cara untuk menghasilkan susu melalui transgenesis untuk penyembuhan penyakit seperti phenylketonuria (PKU), penyakit pembengkakan paru-paru yang menurun, dan penyakit kista.
Contoh : Pada tahun 1997, sapi transgenic pertama kali, memproduksi yang kaya akan protein 2,4 gr per liter. Susu sapi transgenic ini lebih bernutrisi daripada susu sapi biasa. Susu ini dapat diberikan pada bayi atau dan orang dewasa dengan gizi yang dibutuhkan dan mudah dicerna. Karena mengandung gen alpha-lactalbumin.
c)      Terapi Gen Manusia
Terapi gen manusia meliputi penambahan copyan gen normal pada genome orang yang memiliki gen yang tidak normal. Perlakuan tersebut berpotensi pada 5000 penyakit genetic yang besar dan hewan transgenic. Contoh, salah satu institute di finladia memproduksi gen anak sapi mampu memacu pertumbuhan sel darah merah di manusia (Margawati,2009).




8. Aplikasi industri

Pada tahun 2001, 2ilmuwan di Canada menyambung gen laba-laba ke dalam sel penghasil susu kambing. Kambing mulai menghasilkan strand seperti serabut sutra saat pemerahan susu. Dengan mengekstrak polimer strand dari susu dan menenunnya menjadi benang, kemudian ilmuwan membuatnya menjadi mengkilat, keras, dan fleksibel dan diaplikasikan pada pembuatan kain, kasa steril, dan string raket tenis.
Hewan transgenic yang sensitive terhadap racun telah diproduksi untuk uji keamanan kimia. Mikroorganisme telah dirancang untuk meproduksi varietas protein yang dapat memproduksi enzim untuk mempercepat reaksi kimia pada industri.
9. Kualitas produk transgenic
Di masa yang akan datang hewan transgenik akan diproduksi dengan penyisipan gen pada lokasi yang spesifik dalam genom. Teknik ini telah terbukti berhasil pada mencit tetapi masih Iintensif diteliti pada hewan-hewan besar.
Tabel Contoh–contoh Locyt-Locyt Gen dan Aplikasi pada Ternak
Spesies
Gen
Aplikasi
Babi
α -1,3-galactosyl trasferase
Mencegah rejeksi hiperakut dalam
xenotransplantasi

Babi, sapi
Fas, Fas-L
Menekan rejeksi yang dimediasi
sel pada xenotransplantasi

Sapi
Menekan rejeksi yang dimediasi
sel pada xenotransplantasi

Produksi serum labumin manusia
dalam susu

Sapi
Milk casein
Meningkatkan produksi protein
dan formula bayi

Semua
SRY dan penentu sex lainnya
Produksi daging dan susu yang
lebih efisien

Semua
Growth/differentitian factor 8
Produksi daging yang lebih efisien




10. Kloning
Kloning adalah upaya multiplikasi hewan secara asexual yang menghasilkan turunan-turunan dengan komposisi genetik yang identik. Klon sapi dan kuda pertama kali diproduksi pembelahan embrio tahap blastosis umur 8-10 hari (jumlah sel embrio ± 64 sel). Dengan memakai teknik bedah mikro untuk memproduksi turunan-turunan bergenetik identik, para peneliti menemukan bahwa setiap sel embrio dapat tumbuh menjadi satu embrio utuh dengan jumlah sel ± 128 sel. Hal ini memungkinkan penggunaan inti sel embrio untuk memproduksi lusinan klon sapi dari satu embrio yang tumbuh.
Kemajuan teknologi ini berlangsung cepat, tetapi prosedur kerja membutuhkan teknik yang rumit dan efisiensi masih rendah. Untuk saat ini, kloning belum terbukti mampu menghasilkan ternak dalam jumlah besar secara ekonomis. Terobosan penting metode cloning hewan ditandai lahirnya “Dolly”, domba hasil kloning para peneliti Roslin Institute (Skotlandia). Sel-sel diperoleh dari kelenjar ambing domba betina dewasa dan dikultur di laboratorium. Sel hasil kultur tersebut selajutnya digunakan sumber inti berisi material genetik yang menggantikan inti sel telur domba setelah percobaan diulang 273 kali, diperoleh seekor domba hasil kloning (Wilmut et al, 1997). Produksi ”Dolly” sangat signifikan karena: pertama, merupakan mamalia pertama yang diproduksi menggunakan material genetik yang berasal dari sel hewan dewasa. Kedua, memungkinkan pengembangan metode baru dan lebih efisien untuk memproduksi hewan transgenik yang mengandung gen sintetik manusia di dalamnya (Niswender, 2004). Menyusul keberhasilan Dolly, kloning berhasil dibuat pada berbagai hewan lain seperti sapi dan kuda. Penelitian tentang kloning ini berlanjut terus dan menjadi perhatian dari banyak peneliti di berbagai negara khususnya Amerika Serikat,Perancis, Inggris, Skotlandia, dan Jepang.
Pengembangan kloning yang sangat menarik adalah pembuatan hewan transgenik. Embrio hasil kloning disisipi gen-gen tertentu (umumnya gen manusia) sehingga ternak kloning yang lahir memiliki sifat genetik baru yang bermanfaat. Hewan kloning transgenik pertama kali dihasilkan adalah ”Moly” dan ”Poly” yang juga diproduksi di Roslin Institute. Para peneliti berharap hewan kloning transgenik akan menghasilkan substansi kimia tertentu dalam jumlah besar (umumnya lewat air susu) untuk keperluan biomedis dan farmasi (Stice et al., 1998).
Para peneliti saat ini telah membuat banyak kemajuan dalam metode kloning, dan diprediksi adanya kemungkinan produksi ratusan hingga ribuan individu yang identik secara genetik menggunakan teknologi ini (Han et al, 2003; Wells et al, 2003). Produksi ternak transgenik hasil kloning secara komersial sudah dirintis di beberapa negara (Faber et al, 2003)
 11. Kloning Terapeutik Dengan Teknik SCNT pada Domba Dolly
            Teknologi SCNT meliputi suatu teknologi rekayasa terhadap sel telur, dengan cara mentransfer inti dari sel donor ke sel telur yang telah dikeluarkan intinya (enucleated oocyte). Kedua jenis kloning memiliki kegunaannya masing-masing. Kloning reproduktif berperan penting dalam pelestarian hewan-hewan langka yang hampir punah. Sedangkan, kloning terapeutik bertujuan untuk menghindari adanya reaksi penolakan terhadap sistem imun pasien dalam terapi sel punca (stem cell) . Keberhasilan suatu penelitian yang menghasilkan sel punca embrionik monyet dengan teknik SCNT. Akhir-akhir ini membawa dunia semakin dekat dengan produksi sel punca embrionik manusia dari sel somatik dewasa sehingga risiko penolakan terhadap sistem imun akan semakin berkurang..
Domba  dolly yang berhasil diklon oleh Ian Wilmut pada tahun 1996. Domba Dolly merupakan salah satu contoh dari kloning reproduktif. Sebenarnya terdapat dua jenis kloning, yaitu kloning reproduktif dan kloning terapeutik. Kedua jenis kloning ini merupakan penerapan dari aplikasi teknologi Somatic Cell Nuclear Transfer atau SCNT.
12. TEKNIK SCNT
            Perbedaan fertilisasi dengan SCNT:

            Pada fertilisasi alami, setelah mengalami pembelahan meiosis, sel telur dan sel sperma memiliki materi genetik haploid (n). Terjadinya pembuahan sel telur oleh sel sperma atau fertilisasi akan menghasilkan embrio satu sel yang memiliki materi genetik 2n. Kemudian, embrio ini akan terus berkembang ke tahapan perkembangan selanjutnya
menjadi 2 sel, 4 sel, 8 sel, 16 sel, dan seterusnya.
Teknik SCNT merupakan suatu teknik rekayasa sel telur dengan cara mentransfer
inti dari sel donor ke dalam sel telur yang telah dikeluarkan intinya (enucleated oocyte). Enucleated oocyte tidak memiliki materi genetik. Oleh karena itu, untuk mendapatkan embrio konstruksi yang diploid, sel telur harus direkonstruksi dengan cara mentransfer sel somatik (2n) ke dalam enucleated oocyte1. Proses enukleasi sel telur dapat dilakukan secara mekanik menggunakan teknik mikromanipulasi. Sedangkan, proses introduksi sel donor dapat dilakukan dengan teknik mikroinjeksi. Keberadaan cytochalasin B (CB) pada medium kultur bertujuan untuk menghambat sitokinesis atau pembelahan sel sehingga dapat dihasilkan klon embrio diploid2.
Aplikasi dari teknologi SCNT adalah pada penelitian kloning reproduktif dan juga kloning terapeutik. Pada perkembangan secara normal (A), zigot diploid terbentuk setelah terjadi fertilisasi. Kemudian, zigot akan membelah sampai terbentuk blastosit yang akan menempel pada  dinding uterus sampai akhirnya berakhir pada proses melahirkan. Pada kloning reproduktif (B), sel donor yang berupa sel somatik (2n) diintroduksikan ke enucleated oocyte. Keberhasilan proses aktivasi embrio konstruksi secara kimiawi atau mekanik mengakibatkan terjadinya proses pembelahan sampai ke tahap blastosit. Kemudian, embrio ”dititipkan” ke surrogate mother untuk dilahirkan secara normal. Sedangkan, pada kloning terapeutik (C), setelah embrio mencapai tahapan blastosit, embrio dikultur secara in vitro untuk didiferensiasikan menjadi berbagai jenis sel untuk kegunaan terapeutik.
Kloning reproduktif adalah  suatu teknologi yang digunakan untuk menghasilkan individu (hewan) baru. Genetika hewan klon tidak seluruhnya memiliki kesamaan dengan sang induk1. Dengan menggunakan teknik SCNT, persamaan genetika hewan klon dengan induknya hanya terletak pada inti DNA donor yang berada di kromosom. Hewan klon juga memiliki material genetik lainnya yang berasal dari DNA mitokondria di sitoplasma1. Teknologi kloning reproduktif dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kepunahan hewan-hewan langka ataupun hewan-hewan sulit dikembangbiakkan. Namun,
laju keberhasilan teknologi ini sangatlah rendah.
Parameter yang dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam SCNT adalah kemampuan sitoplasma pada sel telur untuk mereprogram inti dari sel donor dan juga kemampuan sitoplasma untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan secara epigenetik selama dalam perkembangannya12. Dari semua penelitian yang telah dipublikasikan, tercatat hanya sebagian kecil saja dari embrio hasil rekonstruksi (menggunakan sel somatik dewasa atau fetal) yang berkembang menjadi individu muda yang sehat, dan umumnya laju keberhasilannyakurang dari 4%
SCNT merupakan bagian dari terapi sel punca yang bertujuan untuk menghindari Adanya reaksi penolakan terhadap system imun pasien pada saat dilakukan terapi. Dalam beberapa dekade terakhir, minat terhadap penelitian sel punca terus meningkat tajam. Sel punca memiliki potensi yang sangat menjanjikan untuk terapi berbagai penyakit sehingga menimbulkan harapan baru untuk mengobatinya. Sampai saat ini, ada 3 golongan penyakit yang dapat diatasi dengan penggunaan sel punca  di antaranya adalah:
1. Penyakit autoimun,contoh penyakit lupus.
2. Penyakit d e g e n e r a tif, contoh stroke, Parkinson, Alzhimer.
3. Penyakit kanker, contoh leukemia.
Sel punca embrionik sangat plastis dan mudah dikembangkan menjadi berbagai macam jaringan sel, seperti neuron, kardiomiosit, osteoblast, fibroblast, dan sebagainya. Oleh karena itu, sel punca embrionik dapat digunakan untuk transplantasi jaringan yang rusak14. Selain itu, sel punca embrionik memiliki tingkat imunogenisitas yang rendah selama belum mengalami diferensiasi .
Salah satu cara untuk menghindari terjadinya graft versus host disease (GVHD) adalah dengan menggunakan sel punca embrionik dengan sel somatik yang bersumberdari pasien itu sendiri sehingga tidak akan ada penolakan lagi terhadap sistem imunnya. Dengan menggunakan teknologi SCNT, sel punca embrionik yang dihasilkan akan identik dengan induknya (dalam hal ini adalah pasien itu sendiri).
Hal itu mengakibatkan tidak akan adanya reaksi penolakan terhadap system imun pasien apabila dilakukan transplantasi. Secara teoritis,teknik SCNT memiliki potensi besar dalam dunia kesehatan karena dapat dipergunakan untuk transplantasi berbagai organ dan jaringan pada manusia. Secara singkat tahapan untuk melakukan kloning terapeutik pada manusia  adalah mengambil biopsy sel somatik dari tubuh pasien dan inti dari sel somatic tersebut ditransfer ke dalam sel telur donor yang telah dikeluarkan intinya (unfertilized enucleated oocyte). Sel telur hasil manipulasi dikultur sampai ke tahapan tertentu dan setelah mengalami berbagai proses akan didapatkan sel punca embrionik. Sel punca embrionik ini diarahkan perkembangannya menjadi suatu jaringan atau organ tertentu yang akan dapat digunakan untuk transplantasi jaringan atau organ dan tidak akan mengalami rejeksi sistem imun pada pasien itu sendiri (immunologically compatible transplant).

13. Kultur Sel Hewan
Kultur sel hewan adalah sisitem menumbuhkan sel manusia maupun hewan untuk tujuan memproduksi metabolit tertentu. Pada saat sekarang aplikasi dari system ini banyak digunakan untuk menghasilkan untuk menghasilkan produk-produk farmasi dan kit diagnostik dengan kebanyakan jenis produk berupa molekul protein kompleks. Hal yang paling mendorong kearah aplikasi ini adalah karena biaya operasionalnya yang tinggi, terutama medium. Selain itu system metabolisme sel hewan tidak “seramai” pada system metabolisme sel tanaman. Sekalipun demikian ada aplikasi yang berhubungan tidak langsung dengan masalah pangan, misalnya: penetapan jenis kelamin dari embrio yang akan ditanam, penentuan masa ovulasi dari sapid an fertilisasi in vitro untuk hewan. Aadapun contoh-contoh produk yang biasa dihasilkan oleh sel hewan misalnya: interferon, tissue plasminogen activator, erythroprotein, hepatitis B surface antigen.
Daftar Pustaka
Anonymous, 2009. Bioteknologi Hewan. http://www.crayonpedia.org/Penerapan_Bioteknologi.
Anonymous, 2009. Rekayasa Genetika. http://id.wikipedia.org/wiki/Rekayasa-Genetika
Anonymous, 2009. Aplikasi Bioteknologi dalam Pemuliaan Ternak. Oleh:  Dr. Rusfidra, S.Pt.2007 dalam http://rusfidra.multiply.com/Aplikasi_Bioteknologi_dalam_Pemuliaan_Ternak
Margawati, Endang Tri. 2009. Transgenic Animals: Their Benefits To Human Welfare. http://www.actionbioscience.org/biotech/margawati.html#learnmore


OLEH: KENANGA SARI 24020110130053
SUMBER :