APLIKASI REKAYASA
GENETIKA DALAM PEMBUATAN VAKSIN HEPATITIS DENGAN MENGGUNAKAN BAKTERI Saccharomyces cereviciae UNTUK MENCEGAH
INFEKSI VIRUS HEPATITIS B
Inovasi
bioteknologi terutama rekombinan DNA telah membuka kemungkinan baru untuk
memproduksi vaksin hidup dengan mudah. Untuk melakukan itu dibutuhkan organisme
vektor yang sesuai, dan virus vaccinia merupakan vektor yang paling terkenal
saat ini disamping cytomegalovirus
sebagai calon vektor potensiil. Penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor
sehingga memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan dalam
suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang.Untuk memperoleh
vaksin yang dibuat dalam rekayasa genetika yakni dengan cara DNA rekombinan
diperoleh hasil akhir yaitu bakteri yang telah disisipi gen ini akan membentuk
antigen murni. Bila antigen ini disuntikkan pada manusia, sistem kekebalan
manusia akan membuat senyawa khas yang disebut antibodi. Munculnya antibodi ini
akan mempertahankan tubuh dari pengaruh senyawa asing (antigen) yang masuk
dalam tubuh.
Salah satu
dari perkembangan IPTEK dewasa ini adalah Rekayasa genetika dalam berbagai
proses dan produknya yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang cukup
drastis dan meminta perhatian serius. Kemajuan dan perkembangan bioteknologi
tidak dapat terlepas dari kemajuan dan dukungan ilmu-ilmu dasar seperti:
mikrobiologi, biokimia, biologi molekuler, dan genetika. Kompetensi menguasai
bioteknologi tersebut dapat tercapai manakala pembinaan sumber daya manusia
diorientasikan pada kompetensi meneliti dan menerapkan metode-metode mutakhir
bioteknologi. Kemampuan menguasai dan mengaplikasikan metode-metode mutakhir
bioteknologi (current methods of
biotecnology) seperti: kultur jaringan, rekayasa genetik, hibridoma,
kloning, dan polymerase chains reaction (PCR) secara prospektif telah mampu
menghasilkan produk-produk penemuan baru.
Sejak vaksin diperkenalkan Edward Jenner 1796, vaksinasi sering dilakukan untuk melindungi manusia dan hewan terhadap infeksi virus. Keberhasilan vaksinasi tercermin dari berkurangnya penyakit-penyakit infeksi pada manusia dan hewan ternak. Puncak keberhasilan ini terwujud dengan adanya vaksinasi smallpox masal. Vaksinasi smallpox dilakukan menggllnakan vaksin virus cowpox yaitu virus vaccinia. Produksi vaksin ini relatif mudah dan stabilitasnya dapat dipertahankan dengan membuat sediaan freeze-dried, sehingga dapat dikirim keseluruh dunia tanpa pendinginan. Selain itu vaksinasi mudah dilakukan dan tidak memerlukan peralatan yang mahal. Vaksinasi sekarang menjadi istilah umum untuk pemaparan antigen terhadap manusia atau binatang dalam membangkitkan respon kekebalan. Vaksin potensial merupakan syarat utama untuk tujuan ini sehingga dapat mengontrol penyakit secara efektif. Inovasi bioteknologi terutama rekombinan DNA telah membuka kemungkinan baru untuk memproduksi vaksin hidup dengan mudah. Untuk melakukan itu dibutuhkan organisme vektor yang sesuai, dan virus vaccinia merupakan vektor yang paling terkenal saat ini disamping cytomegalovirus sebagai calon vektor potensiil. Virus vaccinia sudah lama dikenal dan digunakan untuk vaksinasi smallpox. Selama digunakan, sudah tak diragukan lagi keefektifannya dan relatif aman, stabil, serta mudah cara pemberiannya. Virus vaccinia mempunyai beberapa karakteristik yang khas sehingga terpilih sebagai vektor untuk menghasilkan vaksin rekombinan hidup. la merupakan virus DNA, manipulasi genetik dapat dilakukan relatip mudah, ia mempunyai genome yang dapat menerima banyak DNA asing, mudah ditumbuhkan dan dimurnikan serta mempunyai range host yang lebar pada manusia dan hewan.
Sejak vaksin diperkenalkan Edward Jenner 1796, vaksinasi sering dilakukan untuk melindungi manusia dan hewan terhadap infeksi virus. Keberhasilan vaksinasi tercermin dari berkurangnya penyakit-penyakit infeksi pada manusia dan hewan ternak. Puncak keberhasilan ini terwujud dengan adanya vaksinasi smallpox masal. Vaksinasi smallpox dilakukan menggllnakan vaksin virus cowpox yaitu virus vaccinia. Produksi vaksin ini relatif mudah dan stabilitasnya dapat dipertahankan dengan membuat sediaan freeze-dried, sehingga dapat dikirim keseluruh dunia tanpa pendinginan. Selain itu vaksinasi mudah dilakukan dan tidak memerlukan peralatan yang mahal. Vaksinasi sekarang menjadi istilah umum untuk pemaparan antigen terhadap manusia atau binatang dalam membangkitkan respon kekebalan. Vaksin potensial merupakan syarat utama untuk tujuan ini sehingga dapat mengontrol penyakit secara efektif. Inovasi bioteknologi terutama rekombinan DNA telah membuka kemungkinan baru untuk memproduksi vaksin hidup dengan mudah. Untuk melakukan itu dibutuhkan organisme vektor yang sesuai, dan virus vaccinia merupakan vektor yang paling terkenal saat ini disamping cytomegalovirus sebagai calon vektor potensiil. Virus vaccinia sudah lama dikenal dan digunakan untuk vaksinasi smallpox. Selama digunakan, sudah tak diragukan lagi keefektifannya dan relatif aman, stabil, serta mudah cara pemberiannya. Virus vaccinia mempunyai beberapa karakteristik yang khas sehingga terpilih sebagai vektor untuk menghasilkan vaksin rekombinan hidup. la merupakan virus DNA, manipulasi genetik dapat dilakukan relatip mudah, ia mempunyai genome yang dapat menerima banyak DNA asing, mudah ditumbuhkan dan dimurnikan serta mempunyai range host yang lebar pada manusia dan hewan.
Sifat
virus vaccinia memungkinkan dilakukan rekayasa genetika dan mampu
mengekspresikan informasi antigen asing dari berbagai patogen. Bila
vaksin hidup hasil rekombinan ini digunakan untuk vaksinasi binatang maka
binatang tersebut akan memperlihatkan respon imunologis terhadap antigen
patogenik yang dimaksud. Beberapa laporan percobaan telah memperlihatkan
vaksinasi binatang percobaan dengan virus rekombinan berhasil melindungi
binatang ini terhadap penyakit yang berhubungan. Beberapa laporan telah
mengekspresikan berbagai penyakit, seperti herpes simplex virus
glycoprotein, influenza virus hemagglutinin, hepatitis B virus surface antigen,
rabies virus glycoprotein, plasmodium knowlesi sporozoite antigen dan
sebagainya. Rekombinan ini telah memperlihatkan reaksi kekebalan terhadap patogen-patogen
tersebut.
Vaksin
hepatitis B yang efektif sudah ada sejak tahun 1982. Ada dua jenis vaksin
hepatitis B yan diberi lisensi untuk dipakai di Amerika Serikat dan Kanada.
Kedua jenis vaksin tersebut aman dan mempunyai daya perlindungan tinggi
terhadap semua jenis subtipe HBV. Tipe pertama dibuat dari plasma
seseorang dengan HBsAg positif, tidak lagi diproduksi di Amerika Serikat tetapi
masih digunakan secara luas.
Tipe kedua dibuat dengan teknologi rekombinan DNA (rDNA); vaksin ini dibuat dengan menggunakan sintesa HBsAg dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae (ragi yang biasa dipakai untuk membuat kue), kedalam ragi ini di insersi plasmida yang berisi gen HBsAg. Kombinasi imunoprofilaksis pasif-aktif antara hepatitis B immunoglobulin (HBIG) dengan vaksin terbukti dapat merangsang terbentuknya anti-HBs sebanding dengan vaksin yang diberikan sendiri.
Tipe kedua dibuat dengan teknologi rekombinan DNA (rDNA); vaksin ini dibuat dengan menggunakan sintesa HBsAg dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae (ragi yang biasa dipakai untuk membuat kue), kedalam ragi ini di insersi plasmida yang berisi gen HBsAg. Kombinasi imunoprofilaksis pasif-aktif antara hepatitis B immunoglobulin (HBIG) dengan vaksin terbukti dapat merangsang terbentuknya anti-HBs sebanding dengan vaksin yang diberikan sendiri.
Gambar
bakteri Sacaromicces cereviciae
Satu produk
rekayasa genetika adalah Vaksin Hepatitis B yang dihasilkan oleh yeast (Saccharomyces cereviceae) melalui tehnik
rekombinan DNA menggunakan hepatitis B surface antigen (HBsAg). Penggunaan
vaksin ini telah meluas di seluruh dunia dan terbukti efektif dalam menekan
jumlah infeksi virus Hepatitis B (HVB). Jenis vaksin rekombinan yang paling
umum digunakan adalah Recombivax HB dan Energix-B, diberikan secara
intramuscular pada bayi yang baru lahir, anak-anak, dan dewasa. Dosis pemberian
vaksin sebanyak 3 kali. Pemberian vaksin telah dikembangkan dengan
menyisipkannya ke dalam tanaman, misalnya pada pisang.
Teknologi
DNA rekombinan atau sering juga disebut rekayasa genetika merupakan teknologi
yang memanfaatkan proses replikasi, transkripsi dan translasi untuk
memanipulasi, mengisolasi dan mengekspresikan suatu gen dalam organisme yang
berbeda. Biasanya gen dari organisme yang lebih tinggi diekspresikan pada
organisme yang lebih rendah. Teknologi ini juga memberikan kesempatan yang
tidak terbatas untuk menciptakan kombinasi barudari gen yang tidak ada pada
kondisi normal. Melalui rekayasa genetika, akan dihasilkan kombinasi baru dari
materi genetik melalui penyisipan molekul asam nukleat kedalam suatu sistem DNA
vektor (plasmid bakteri, virus dan lain-lain) dan kemudian memasukkan vektor
ini kedalam suatu inang sehingga akan dihasilkan suatu produk gen dalam jumlah
banyak.
Pembuatan Vaksin Hepatitis B
Vaksin HBsAg
yang dimumikan dari plasma karier dan inaktifasiformalin/panas telah diproduksi
di beberapa laboratorium. Namun dengan terbatasnya persediaan plasma, perlunya seleksi
dan kontrol yang ketat untuk mendapatkan vaksin murni dan bebas sumber infeksi lain,
maka pendekatan lain terus dicari. Problem ini akhirnya dapat teratasi dengan
pendekatan rekombinan DNA. Salah satu sintesis HbsAg yang telah berhasil dari
sel ragi ( yeast ) rekombinan. Partikel ini memperlihatkan sifat imunogenik
pada binatang percobaan; pengujian pada manusia telah berhasil menginduksi anti
HBs dan melindungi dar iinfeksi virus hepatitis B. Saat ini setidaknya ada 3
sumber partikel HBsAg yang digunakan untuk vaksinasi hepatitis B. Terutama
HbsAg dimumikan dari plasma karier. Metode ini telah berhasil dan efikasinya
tidak disangsikan. Dua sumber lain yaitu melalui pendekatan teknologi
rekombinan DNA, dengan memasukan gen virus hepatitis B pengkode HBsAg ke dalam
sel ragi dan sel mamalia. Selain itu, HBsAg juga dapat disekresi oleh E coli,
namun jumlahnya relatif kecil, demikian juga sifat antigeniknya.
Tahapan pembuatan vaksin
Virus yang
dilemahkan (imunisasi). Untuk menghasilkan vaksin dibutuhkan HBsAg yang berasal
dari virus Hepatitis B, virus diperbanyak dalam medium tertentu sehingga
nantinya dihasilkan virus yang tidak menyebabkan penyakit namun mampu
merangsang sistem imun. Strain ini selanjutnya dikultur pada kondisi yang
sesuai dan virusnya diinaktifkan melalui pemanasan dan proses kimia. Tahapan
berikutnya virus yang telah dilemah diinjeksikan ke dalam tubuh
Vaksin DNA rekombinan
Vaksin hepatitis B yang diproduksi
sel ragi rekombinan telah menjalani pengujian keamanan, imunogenisitas dan
evaluasi klinis. Hasil menunjukkan bahwa vaksin ini aman, antigenik dan relatif
bebas efek samping yang merugikan, bahkan vaksin ini telah dilisensikan dan
diproduksi diberbagai negara. Salah satu keuntungan vaksin dari sel ragi
dibanding dari plasma yaitu siklus produksinya dapat dikurangi, dan konsistensi
dari batch ke batch lebih mudah diperoleh.
HBs Ag
dilepaskan dari sel dengan homogeniser atau disruption menggunakan glass bead.
Pemurnian melalui tahap klarifikasi, ultrafiltrasi, kromatografi dan
ultrasentrifugasi serta diabsorbsi dengan alum hidroksida; sebagai pengawet
ditambahkan thiomerosal. Karakterisisasi partikel dilakukan dengan
membandingkan HBs Ag dari plasma antara lain meliputi berat molekul, komposisi
asam amino, densitas dalam CsC12 dan sebagainya. Analisis imunologis
menggunakan antibodi monoklonal memperlihatkan vaksin dari plasma dan ragi
mengandung epitop yang berperan menginduksi antibodi setelah vaksinasi
Vaksin
Hepatitis B rekombinan (Recombivax HB) Recombivax HB vaccine mengandung antigen
Hepatitis B, amorphous aluminum hidroksiphosfat, yeastprotein yang diberi formaldehid,
dan thimerosal sebagai pengawet. Vaksin Hepatitis B rekombinan ini berasal dari
HepatitisB surface antigen (HBsAg)
yang diproduksi dalam sel yeast. Bagian virus yang mengkode HBsAg dimasukkan
kedalam yeast, dan selanjutnya dikultur. Antigen kemudian dipanen dan
dipurifikasi dari kultur fermentasi yeast Saccharomyces cereviceae, antigen
HBsAg mengandung gen adw subtype. Proses fermentasi meliputi pertumbuhan
Saccharomyces cereviceae pada medium kompleks yang mengandung ekstrak Yeast,
soy pepton, dextrose, asam amino, dan garam mineral. Protein dilepaskan dari
sel yeast melalui pengrusakan sel kemudian dipurifikasi dengan metode fisika
dan kimia. Selanjutnya potein dimasukkan ke larutan buffer posfat dan
formaldehid, dipercepat dengan menggunakan alum (potassium aluminium sulfat).
Vaksin rekombinan ini memperlihatkan kesamaan dengan vaksin yang diperoleh dari
plasma darah.
Vaksin
Hepatitis B rekombinan (Engerix-B). Engerix-B
merupakan DNA rekombinan yang dikembangkan dan dibuat oleh perusahaan Glaxo
Smith Kline. Biological. Mengandung antigen permukaan virus Hepatitis B (HBsAg)
yang telah dipurifikasi dan dikultur dalam sel Saccharomyces cereviceae. HBsAg yang diekspresikan oleh Saccharomyces cereviceae dipurifikasi dengan
cara fisika-kimia dan aluminium hidroksida Engerix-B® vaccine mengandung
antigen hepatitis B yang telah dimurnikan, aluminum hidroksida, sejumlah yeast
protein dan thimerosal yang digunakan dalam proses produksi, serta 2
phenoxyethanol sebagai pengawet.
Gen yang
mengkode senyawa penyebab penyakit (antigen) diisolasi dari mikrobia yang bersangkutan.
Kemudian gen ini disisipkan pada plasmid bakteri yang sama, tetapi telah
dilemahkan (tidak berbahaya). Bakteri atau mikroba ini menjadi tidak berbahaya
karena telah dihilangkan bagian yang menimbulkan penyakit, misalnya lapisan
lendirnya.
Bakteri yang telah disisipi gen ini akan membentuk antigen murni.
Bila antigen ini disuntikkan pada manusia, sistem kekebalan manusia akan membuat senyawa khas yang disebut antibodi. Munculnya antibodi ini akan mempertahankan tubuh dari pengaruh senyawa asing (antigen) yang masuk dalam tubuh. Berikut adalah
Bakteri yang telah disisipi gen ini akan membentuk antigen murni.
Bila antigen ini disuntikkan pada manusia, sistem kekebalan manusia akan membuat senyawa khas yang disebut antibodi. Munculnya antibodi ini akan mempertahankan tubuh dari pengaruh senyawa asing (antigen) yang masuk dalam tubuh. Berikut adalah
gambar dari proses
pembuatan vaksin.
Smber: http://sarungbodol
piss.blogspot.com/2010/11/bioteknologi-kedokteran.html
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous,
2007. Hepatitis B Vaccine. Departement of Health and Human Service Center For
Disease Control andPrevention. Vis-hep-b.pdf
Chin, James
MD, MPH. 2000. Manual pemberantasan Penyakit Menular. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas California- Berkeley: APHA
Gunawan,
Suriadi. 1991. Hepatitis B dan Pencegahannya melalui Imunisasi di Indonesia.
Jakarta: Artikel: Kepala pusat penelitian penyakit menular badan
penelitian dan pengembangan kesehatan, Departemen Kesehatan RI
Retnoningrum,
Debbie S. 2010. Prinsip Teknologi DNA Rekombinan. Sekaloah Farmasi ITB.
Bioteknologi Farmasi-FA 4202
Susanto,
Agus Hery. 2011. DNA rekombinan. http://biomol. wordpress.com/bahan-ajar/
organisme-trans/ (Diakses 28 Desember 2011)
Suwandi, Usman. 1990. Perkembangan Pembuatan Vaksin. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan PT Kalbe Farma
Suwandi, Usman. 1990. Perkembangan Pembuatan Vaksin. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan PT Kalbe Farma
Oleh : Wulan Handanawati/ 24020110120032
Sumber:
Asminarti| 12/01/2012