Untuk
membawa berbagai kejahatan seperti perdagangan atau kepemilikan satwa liar di
Indonesia ke ranah hukum perlu bukti-bukti ilmiah.
Pekerja
menarik kayu hasil illegal logging di dekat bangkai gajah sumatera jantan yang
mati di pinggir hutan Masen, Desa Pantee Kuyun Kecamatan Setia Bakti Kabupaten
Aceh Jaya, Rabu (16/5). Sebelumnya pada 30 April 2012, seekor gajah Sumatra
betina juga ditemukan mati karena di racun daerah tersebut. Maraknya illegal
logging dan pembukaan hutan untuk perkebunan sawit telah mempersempit tempat
bagi gajah untuk mencari makan dan telah meningkatkan konflik antara gajah dan
manusia di Aceh. (Junaidi/Fotokita.ne
Pengembangan metode atau teknik genetika forensik dalam
penanganan kasus satwa liar mulai dilakukan. Dalam rangka perlindungan satwa
liar dari kepunahan, akan dikembangkan ilmu genetika forensik. Hal inilah yang
diangkat pada seminar bertajuk "Capacity Building in Wildlife Conservation
and Forensic Genetics" di Lembaga Eijkman Jakarta, Kamis (21/6).
"Untuk membawa berbagai kejahatan seperti perdagangan
atau kepemilikan satwa liar di Indonesia ke ranah hukum perlu bukti-bukti
(bersifat) ilmiah. Misalnya saja, proses pembuktian secara fisik penjualan
bagian tubuh satwa liar, terkadang sulit dilakukan. Pelaku bisa saja mengaku
sedang mengambil bagian tubuh yang bukan satwa liar. Bidang genetika forensik
bisa membantu memenuhi keperluan ini," jelas Wakil Direktur Lembaga
Biologi Molekuler Eijkman, Herawati Sudoyo.
Lembaga Eijkman sebagai lembaga riset, sebutnya, mengemban
misi untuk mengembangkan pengetahuan mendasar seputar biologi molekul,
mengaplikasikan pengetahuan itu untuk kesejahteraan rakyat. Serta akan berperan
dalam membantu pemerintah menangani kasus perdagangan ilegal satwa liar.
Namun, dengan forensik DNA, suatu produk dapat diketahui
berasal dari bagian tubuh suatu satwa liar seperti cula, gading, dan kulit.
Bahkan bisa diketahui asal-usul spesies dan subspesies.
Menurut Herawati, Eijkman sudah melakukan penelitian tentang
penyebaran populasi penduduk nusantara dari teknik DNA mitokondria. Riset
berbagai penyebaran penyakit dan DNA barcoding untuk mengidentifikasi
ternak dan proyek DNA lain. Hingga tak sulit bagi Eijkman untuk mengerjakan
genetika forensik terkait perlindungan satwa liar.
"Kami sudah memiliki pendekatannya, hanya tinggal
melengkapi dengan bagaimana melakukan validasi sesuai kaidah forensik,"
ungkapnya.
Untuk melakukan analisis tersebut juga diperlukan marka genetik
dari aneka ragam satwa liar. Ia mengatakan, pihaknya akan berkolaborasi dengan
lembaga-lembaga konservasi satwa liar internasional yang telah melakukan riset
terkait ini.
Selain untuk kepentingan penegakan hukum, genetika forensik
dapat pula ditujukan bagi penelaahan tentang evolusi, jumlah populasi,
distribusi dan data lain dari suatu spesies yang dibutuhkan untuk kepentingan
konservasi.
Oleh Tsanya
Dyna F 24020110130046
Sumber
(Gloria Samantha)
(Gloria Samantha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar