Genetic Enginering

Kamis, 20 Desember 2012


Kontribusi Teknologi Marka Molekuler dalam Pengendalian Wereng Coklat


Wereng coklat merupakan hama yang sering kali merusak tanaman padi di Indonesia, dengan luas serangan yang berfluktuasi dari tahun ke tahun. Serangan tertinggi terjadi dalam periode 1974-79, kemudian cenderung menurun1. Pada musim tanam 1976/77 sekitar 450.000 hektar pertanaman padi puso akibat diserang wereng coklat dengan kerugian saat itu mencapai US $100 juta atau kini setara dengan Rp 1,1 triliun pada kurs US $1 Rp 8.600.
Pengalaman sejak 1970-an sampai sekarang menunjukkan bahwa penyebab peningkatan serangan wereng coklat adalah antara lain tanam tidak serempak, penanaman varietas rentan, aplikasi insektisida tidak tepat, dan kesanggupan wereng coklat beradaptasi membentuk biotipe yang lebih ganas. Perubahan iklim disinyalir juga ikut berperan dalam peningkatan wabah hama wereng coklat ini.
Dalam upaya pengendalian hama yang berbahaya ini telah dikembangkan metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang terbukti dapat meredakan eksplosi wereng coklat. Komponen utama PHT wereng coklat adalah penanaman varietas unggul tahan wereng (VUTW). Tetapi karena kemapuran hama ini membentuk biotipe baru yang dapat mematahkan ketahanan varietas, maka untuk melengkapi komponen PHT perlu tersedia VUTW baru yang dapat menangkal serangan biotipe wereng coklat yang terus berkembang di lapang.
Bioteknologi, dalam hal ini marka molekuler, berpotensi membantu pengendalian wereng coklat, baik dalam perakitan VUTW maupun penelitian populasi atau biotipe wereng coklat. Dahulu perakitan varietas tahan hanya melalui pemuliaan konvensional dengan seleksi berbasis morfologi atau fenotipe, namun sekarang dapat dibantu dengan teknologi marka molekuler. Demikian pula penelitian biotipe wereng coklat, dahulu didasarkan pada reaksi varietas padi pembeda, dan sekarang terbuka peluang untuk dilakukan secara langsung pada sekuen DNA wereng coklat.
Teknologi marka molekuler dapat dipakai untuk pemuliaan varietas tahan wereng coklat. Kini telah dilakukan pemetaan molekuler dari gen Bph (gen tahan wereng coklat) pada chromosom padi dan telah diidentifikasi 21 gen tanaman padi tahan wereng coklat. Beberapa gen tahan yang telah dipetakan berasal dari jenis padi liar seperti O. officinalis, O. australiensis, dan beberapa diantaranya telah dimasukkan ke dalam tanaman padi domestik/kultivasi. Teknologi marka molekuler dapat mempercepat proses perakitan. Penelitian di Thailand pada tahun 2009 telah berhasil mengintrogresikan gen tahan wereng coklat Bph3 ke dalam varietas padi populer Jasmin dalam tempo tiga tahun. Implikasinya, varietas Jasmin yang semula rentan menjadi tahan terhadap wereng coklat. Varietas populer seperti IR64 dan Ciherang yang semula tahan wereng coklat, kini telah rentan. Dengan bantuan teknologi marka molekuler, kedua varietas dapat dimuliakan kembali dengan memperbaiki ketahanannya terhadap wereng coklat dengan menambah gen Bph3 dan gen tahan wereng coklat lainnya.
Penelitian struktur populasi serangga hama dengan teknologi marka molekuler telah dilakukan pada beberapa hama tanaman. Penelitian populasi wereng coklat berbasis marka molekuler sebelum tahun 2005 sangat terbatas. Kini telah tersedia 37 sekuen EST (Expressed Sequence Tags) dari gen-gen yang terekpresi pada 18 jaringan tubuh wereng coklat. Sekuen tersebut dapat dimanfaatkan untuk membuat marka mikrosatelit, yang potensial digunakan sebagai DNA fingerprint wereng coklat untuk mempelajari struktur populasi dan pola penyebarannya.
Manfaat teknologi marka molekuler untuk membantu penelitian wereng coklat terutama pemuliaan tanaman hanya bisa didapatkan apabila tantangan di bawah ini dapat di atasi:
  1. Investasi permulaan sangat besar, baik dalam hal SDM terlatih maupun fasilitas. SDM tersebut diperlukan dalam jumlah banyak untuk proses pelaksanaan penelitian terutama proses seleksi dan analisis data molekuler. Fasilitas yang diperlukan adalah laboratorium yang memenuhi syarat dan dilengkapi dengan peralatan canggih dan rumah kaca yang dapat memuat hasil persilangan yang banyak. Di samping itu diperlukan software yang dapat membantu menganalisis hasil seleksi sehingga proses seleksi dapat dilakukan dengan cepat.
  2. Program pemuliaan spesifik komoditas yang kuat (strong breeding program) diperlukan untuk implementasi  program pemuliaan berbasis marka molekuler. Teknologi marka molekuler tidak untuk menggantikan teknologi pemuliaan konvensional, tetapi hanya membantu sehingga hasilnya lebih akurat, efisien, dan cepat. Dalam hal ini diperlukan sistem pemuliaan konvensional yang telah berjalan dengan baik yang kemudian dilengkapi dengan sistem pemuliaan molekuler.
  3. Sumber plasma nutfah yang sangat banyak sehingga dapat memilih tetua dengan sifat yang diinginkan dan memungkinkan dilakukan seleksi terhadap hasil persilangan dengan marka molekuler.
  4. Koleksi marka molekuler dalam jumlah banyak yang terkait dengan sifat yang diinginkan.
  5. Sistem pemeliharaan tanaman di rumah kaca yang baik sehingga tanaman tumbuh cepat dan subur, sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan penanaman 3-4 kali.
  6. Penelitian berbasis marka molekuler umumnya bersiklus singkat karena dilakukan pada tahap molekul. Oleh sebab itu, penelitian bersifat dinamis dan fleksibel. Penelitian berbasis bioteknologi memerlukan bahan kimia yang beragam dan biasanya berumur pakai pendek. Oleh sebab itu, sistem pengadaan bahan kimia juga harus cepat dan fleksibel.


Implikasi Kebijakan
  1. Revitalisasi lembaga penelitian dengan pembuatan program pemuliaan yang kuat antara pemulia padi dengan peneliti biologi molekuler. Revitalisasi ini juga membutuhkan SDM bermutu dan fasilitas yang mendukung program pemuliaan yang dibuat.
  2. Pengembangan kerja sama penelitian dan alih teknologi antara instansi publik ataupun swasta yang telah sukses menerapkan teknologi marka molekuler untuk membuat program dan meningkatkan kapasitas SDM.
  3. Memperlancar penelitian berbasis bioteknologi dengan modifikasi sistem pengadaan bahan penelitian agar dapat mengakomodasi penelitian bioteknologi yang bersifat dinamis dan fleksibel.
  4. Mempercepat memperoleh inovasi pengendalian wereng coklat melalui modifikasi peraturan kerja sama penelitian dalam dan luar negeri.
Sumber: Toto Hadiarto, 2012

Posting Oleh: TSANYA DYNA F/ 24020110130046

Tidak ada komentar:

Posting Komentar