Genetic Enginering

Minggu, 16 Desember 2012

Matikan Sitokin Tertentu, Cara Baru Penanganan Alzheimer
  

Tim peneliti dari Charité Universitätsmedizin Berlin dan University of Zurich, menemukan pendekatan baru dalam terapi Alzheimer.
Dari penelitian yang sudah berjalan selama lebih kurang enam tahun, hasil percobaan tim peneliti asal Charité Universitätsmedizin Berlin, Jerman, dan University of Zurich, Swiss, menunjukkan Alzheimer dapat secara signifikan berkurang pada tikus. Perkembangan ini ditengarai bisa menjadi pendekatan baru terapi Alzheimer yang menjanjikan untuk diterapkan pada manusia pula.
Menurut kesimpulan penelitian yang secara lengkap dipublikasikan sebagai isu terbaru Nature Medicine tersebut, berkurangnya penyakit Alzheimer pada tikus disebabkan blokade terhadap sinyal komunikasi di sistem kekebalan.
Profesor Frank Heppner dari Departemen Neuropatologi di Charité bersama rekannya, Profesor Burkhard Becher dari Institut Imunologi Eksperimental di University of Zurich, menjelaskan bahwa dengan mematikan sitokin (senyawa organik yang berfungsi sebagai sinyal komunikasi) tertentu pada sistem kekebalan maka akan mengurangi Alzheimer.
Pengujian lebih lanjut juga terbukti relevan. Antara lain tes perilaku tikus menghasilkan peningkatan setelah diberikan antibodi yang bertujuan memblokade sinyal kekebalan. Efek ini ditunjukkan ketika gejala-gejala penyakit mulai nampak.
Kini peneliti merasa yakin untuk melanjutkan langkap riset ke tahap uji klinis pada manusia, dengan bekerja sama menggandeng mitra industri yang sesuai.
Alzheimer terjadi oleh karena perubahan patologis di sejumlah sistem neurotransmiter. Sindrom Alzheimer adalah salah satu penyebab utama bagi penurunan fungsi kognitif atau demensia. Seringkali keduanya berhubungan meski ada Alzheimer yang tidak disertai demensia.
Di Jerman dan Swiss, jumlah penduduk yang mengalami demensia adalah sekitar 1,5 juta orang, dan diperkirakan jumlah ini akan bertambah menjadi dua kali lipat pada 20 tahun ke depan.

Oleh Tsanya Dyna F 24020110130046
Sumber (Gloria Samantha. Sumber: Science Daily)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar